Masih tentang sustainable love di dalam rumah, dari berbagai teori pentahapan pernikahan, ada satu teori yang kami rasa pas banget dengan apa yang kami rasakan sepanjang sedasawarsa pernikahan kami. (Alhamdulillah bini’matihi tatimmushshoolihaat)
Before we proceed, kita perlu membuat perspektif, bahwa pernikahan adalah ibadah yang paling panjang waktunya, paling besar ganjarannya. Sehingga ibadah rumah tangga ini harus diupayakan kelanggengannya, saudara.. ada tantangannya dan ada pasang surutnya.. dan seringkali ada kesenangan pribadi yang harus dikorbankan. But, everything worth the sacrifices. InsyaaaLlah.. Tidak akan ada yang sia-sia dalam amal-amal kita. Upaya menuju kelanggengan itu diantaranya adalah dengan mengidentifikasi ada pada tahap mana kita pada fase pernikahan berikut ini.
Teori yang kami maksud dipaparkan oleh Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang konsultan dan coach pernikahan serta direktur Relationship Learning Center in Winter Park, Florida. Dari lima tahapan yang ada, setiap tahapan harus dilewati untuk mencapai tahapan berikutnya, dan perlu diwaspadai untuk tidak terjerat di dalam satu tahapan di awal.
Tahap pertama adalah romantic love yang biasanya tedapat di masa-masa awal pernikahan. Ada rasa penuh cinta, merasa sangat hidup serta sangat bahagia. Semua begitu terasa sempurna, hormon endorphin sangat dominan dan kita merasa penuh dengan energi. Nggak lengkap hidup tanpanya dan ‘dialah the one’. Tanda lainnya adalah munculnya sudut pandang positif, mengabaikan rasa sakit atau kecewa yang kemudian memunculkan pemakluman terhadap pasangan. Bangun tidur telat, nggak papa.. sholat diakhirkan, nggak papa.. banyak main gawai, nggak papa.. Dan ini bukan tersebab dibutakan oleh cinta, akan tetapi karena ada harapan-harapan.‘ Gapapa deh, sekarang mah, mumpung baru nikah..’
Tahap kedua adalah disappointment/ distress. Mulai deh, aslinya keluar. Suka ngorok, masakan rasanya nggak pas, rumah nggak suka dirapihin, barang-barang disimpan sembarangan, dan sebagainya. Belum lagi kalau kemudian sang istri hamil, muncul baby blues, dan butuh banget perhatian dan bantuan suami. Kalau suami mungkin jadi kecewa karena ternyata sang istri orangnya males-malesan, nggak suka memberikan perhatian, ditambah lagi cerewet, protes sana, protes sini. Sedikit-sedikit menyalahkan pasangan.
Wah, di tahap inilah ujian buat pasangan. Dan biasanya dekat dengan fenomena perceraian. Dyah Wulandhari menyatakan: “karena satu sama lain nggak nyari solusi, tapi sibuk lari dari kenyataan dan membuka peluang untuk menambah permasalahan baru”. Masing-masing cenderung akan mencari pelarian ke orang lain. Satu sama lain menutupi ketidaknyamanannya dan tidak mau duduk berdua untuk bicara mendalam soal apa yang sedang terjadi di antara mereka. Solusinya ya harus mau saling berbicara, saling memperbaiki diri. Karena sesungguhnya ini adalah kesempatan untuk bertumbuh tergantung pada kemampuan pasangan untuk mengatasi konflik.
Nah, kalau tahap disappointment itu berhasil dilewati, pintu menuju hubungan yang lebih intim dan dalam telah terbuka, yaitu tahap knowledge and awareness. Di tahap ini, pasangan akan berusaha untuk memenuhi kesenangan pasangannya dan menghindari hal-hal yang tidak disukai pasangannya, serta melakukan hal-hal sederhana sebagai upaya menyenangkan pasangan. Akan ada upaya mengenali diri sendiri, mengenali pasangan, membaca buku-buku untuk mewujudkan keluarga SAMARA, mengikuti webinar-webinar keluarga harmonis, serta ada keinginan keras untuk membuat perubahan dan memperbaiki diri, inilah tahap yang keempat yaitu transformation. Pasangan berusaha saling menjaga perasaan, berusaha saling menjadi solusi, dan saling mambangun. Ada potensi dan kelebihan pasangan yang kita hargai dan kita jadikan strength yang meminimalisir weakness.
Tahap terakhir yaitu tahap real love, yaitu munculnya rasa saling menghormati dan menghargai satu sama lain sebagai individu. Ada semangat ketika melakukan segala sesuatu bersama sebagai partner in taqwa. Kedekatan yang menjadikan pasangan sebagai sahabat terbaik, tempat berkeluh kesah, tempat berbagi kebahagiaan, tempat berbagi cinta tanpa syarat. Inilah tahap yang kami lihat pada orangtua-orangtua kami. Yang menua bersama, memiliki canda yang sama, saling paham kesenangan masing-masing, saling menyisihkan seremeh rengginang untuk dinikmati pasangan..
Pak Cah (Cahyani Takariawan) menyampaikan bahwa dari lima tahap dalam kehidupan pernikahan tersebut, ada beberapa kata kunci penting untuk mendapatkan kebahagiaan yang optimal dalam hidup berumah tangga. Pertama, nikmati tahap romantic love selama dan seoptimal mungkin. Kedua, lalui tahap kedua secepat mungkin. Pada pasangan yang gagal move on dari tahap ini, mereka akan melalui waktu yang panjang untuk pertengkaran. Ketiga, berusahalah untuk bersungguh-sungguh memahami dan menerima pasangan. Hal ini akan membuat tahap ketiga dan keempat berjalan dengan mulus dan tidak terputus. Keempat, masa terpanjang dalam kehidupan pernikahan hendaknya dilewati dalam tahap kelima, yaitu real love. Suasana rahmah, cinta yang mendalam dan dewasa. Suasana yang akan membuat keluarga selalu berada dalam situasi nyaman, tenteram, dan bahagia.
Jadi, ada di tahap manakah, kita?
Ahyani Billah
AhB-Bdg270321
Maraji:
- Cahyadi Takariawan (2017). Dari Romantic Love Menuju Real Love. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Februari 2017
- Dyah Wulandhari (2021). Harmoni Pasutri. Kajian WA RKI Banjaran.
- https://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/lima-tahap-dalam-perkawinan
- http://ldysinger.stjohnsem.edu/THM_544_Marriage/06b_Stages/03_lipthrott.htm