Kesalahan Orang dan Cermin Kita

Oleh: Zico Alviandri

Suatu ketika saya tengah mengendarai motor di sebuah jalan pemukiman di Depok. Saya didahului oleh sepeda motor yang lampu sen kirinya terus menyala meski si pengemudi tidak bermaksud untuk berbelok. Mungkin ia tidak sadar. Tapi kondisi begitu agak membahayakan dirinya dan pengemudi yang lain karena bisa membuat salah paham.

Lalu tiba-tiba ada motor di depannya yang belok kanan mendadak tanpa menyalakan lampu sen. Hampir terjadi tabrakan antara dua motor tersebut. Andai motor yang berbelok sempat memberikan tanda, tentu semua berjalan baik-baik saja.

Tanpa ada pertengkaran, semua melaju normal kembali. Hanya saja, motor di depan saya itu masih saja menyala sen kirinya.

Baca juga  Adab Sebelum Ilmu

Setelah kejadian tersebut seharusnya pengemudi itu memeriksa keadaan dirinya supaya ia sadar bahwa ia pun punya potensi mencelakai karena lampu sen yang terus hidup. Tapi ia rupanya tak terpikirkan untuk begitu.

Peristiwa tadi bisa menjadi ilustrasi dalam hidup kita. Kesalahan orang yang terumbar di tengah khalayak atau bahkan merugikan kita, merupakan bahan introspeksi bagi tiap individu yang melihat itu untuk memeriksa apakah ia juga punya perangai yang sama.

Maka itu Rasulullah saw pernah memberikan petuah kepada sahabatnya dan kita semua, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. “Seorang Mu’min adalah cermin bagi saudaranya.”

Artinya, ketika kita melihat saudara kita melakukan kesalahan, tentu kita perbaiki kesalahan tersebut. Karena aibnya adalah aib kita juga. Dalam lanjutan hadits di atas, Rasulullah juga berpesan, “Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain.”

Hikmah yang lain adalah, sebagai cermin, maka kita pun belajar dari kesalahan yang tampak pada saudara kita, apakah ada kekeliruan serupa – atau yang mirip dan berhubungan – yang kita lakukan pula.

Baca juga  Jejak-Jejak Kebaikan

Dan kalau kita tak merasa melakukan kesalahan tersebut, maka jangan pernah untuk terjatuh ke dalamnya.

Kesalahan orang lain tak perlu ditindaklanjuti dengan ghibah. Karena pada satu kesalahan yang terumbar di tengah khalayak, ada kesempatan bagi pelakunya untuk mencari relawan penanggung dosa bersama melalui ghibah dan fitnah (cerita yang ditambahkan).

Allahua’lam bish-showab.

Comments

comments