Seisi Masjid dibuat geger ketika salah seorang jamaah shalat Isya jatuh tersungkur di lantai, di atas karpet berwarna hijau tua. Pria paruh baya berbaju koko putih itu terlihat kejang sebentar, sebelum akhirnya kaku tak bergerak !
Shalat jamaah Isya yang belum sempat membaca surat al-Fatihah itu berhenti, beberapa jamaah segera membopong lelaki pingsan itu dan menaikkannya ke sebuah mobil, kemudian segera meluncur ke Rumah Sakit terdekat. Dengan perasaan yang masih was-was, dengan kaget yang belum pulih sepenuhnya, shalat Isya dilanjutkan. Diulang dari awal, tanpa mengulang iqamat.
Setelah selesai shalat tarawih, tersiar kabar nyawa bapak itu tidak tertolong. Beliau meninggal, sebelum sempat sandarkan diri. Hasil pemeriksaan dokter, tertera jelas gula darah Almarhum berada diangka 700 mg/dl. Tensinya juga tinggi. Itu artinya, beliau tersungkur di lantai Masjid disebabkan oleh koma diabetes.
Salah seorang jamaah yang duduk persis di samping saya, kemudian bertanya kepada saya kira-kira apa yang menyebabkan Almarhum bisa mati mendadak, padahal ketika buka bersama di serambi Masjid, sebelumnya beliau terlihat sehat dan baik-baik saja?
“Sudah takdir, Mas”, jawab saya lirih, sambil memejamkan mata dan khusyuk membaca doa.
“Kalau itu semua orang juga tahu, mas Ndika. Maksud saya, mas Ndika yang saya tahu kan mentor dietmentoring.com. Jadi sangat menjaga makanan. Setiap buka bersama, saya lihat mas Ndika hanya minum air putih saja. Enggak pernah ikut makan es campur, kolak, puding, gorengan, juga enggak ikut makan nasi bungkus. Jadi saya yakin mas Ndika bisa memberi sedikit penjelasan.”
Saya lihat wajah lelaki yang usianya sekitar 7 tahun diatas saya, terlihat serius dan sungguh-sungguh ingin tahu.
“Tolong jelaskan mas Ndika. Apalagi badan saya gendut begini, persis badan almarhum yang barusan meninggal.” Kali ini saya mendengar suaranya seperti orang yang sedang memohon.
“Begini mas. Pada saat kita puasa, kita tidak makan dan minum sejak subuh sampai magrib.
Itulah yang membuat gula darah kita turun. Itu juga yang membuat cadangan gula di liver yang disebut glycogen, juga menurun secara drastis.”
“Turunnya gula darah dan glycogen di liver, membuat pankreas kita berhenti memproduksi insulin. Karena insulin akan diproduksi oleh pankreas hanya saat gula darah kita sedang tinggi saja. Tujuannya agar gula darah segera turun. Sebab gula darah tinggi sangat berbahaya.
Bisa menjadi racun. Sampai sini paham?” Tanya saya kepadanya. Dan saya lihat dia mengangguk, tanda paham.
“Nah, setelah seharian kita puasa, gula darah dan glycogen turun, kita kemudian berbuka.
Dan menu-menu yang kita makan adalah jenis makanan yang manis dan full karbohidrat. Gula. Dan semua jenis karbohidrat itu sifatnya sama, mas. Walau rasanya tidak manis, nasi yang kita makan, roti, mie, atau gorengan, semuanya adalah karbohidrat. Dan saat masuk ke dalam tubuh, semua karbohidrat itu akan diubah menjadi gula. Maka, kalau mas makan nasi 10 sendok makan, itu sama saja mas mas makan sekitar 9 sendok makan gula pasir.”
“Jadi bisa dibayangkan, kita membombardir tubuh kita dengan begitu banyak gula.
Gula dari gula pasir dalam es campur atau kolak. Juga gula dari buah, nasi, roti, juga gorengan. Jadi gula darah kita langsung melonjak ya mas, Ndika?”
“Benar. Sampean pinter gitu loh”
Gurau saya, dan terlihat mukanya agak memerah tanda enggak enak hati.
“Nah.. Karena tiba-tiba gula darah melonjak, sementara insulin seharian sudah berintirahat, maka tubuh akan kaget. Pankreas akan buru-buru memproduksi insulin, agar gula darah bisa segera stabil kembali. Insulin akan mendistribusikan gula darah itu dalam bentuk glycogen. Disimpan dalam liver dan otot tubuh kita.”
“Tapi, liver hanya bisa menampung 100 gram saja. Sementara otot, kalau aktivitas kita tinggi, itu bisa menyimpan glicogen sampai 500 gram. Masalahnya, kita kan jarang bergerak.
Kerja enggak makek otot, fitnes enggak pernah. Jadi otot kita paling-paling cuma bisa menyimpan gula dalam bentuk glycogen sekitar 200 gram saja.”
“Sisanya dikemanain coba? Sisa dimasukkan ke dalam sel adipose tisue. Tapi sel ini tidak bisa menyimpan kelebihan gula dalam bentuk gula atau glicogen. Makanya kelebihan gula itu diubah dulu menjadi lemak, baru kemudian disimpan. Adipose tisue itu letaknya di perut, di pinggang, bokong, lengan, atau pipi. Makin banyak cadangan lemak yang disimpan, artinya kita makin gendut.”
Sambil ngomong begitu, saya arahkan tatapan saya ke perutnya yang buncit.
Dan dia terlihat gugup, perpaduan antara malu dan sadar diri.
“Tapi.. Kenapa kok almarhum bisa pingsan, dan kemudian meninggal mas ?
Bukankah seharusnya lonjakan gula darahnya disimpan dalam bentuk lemak?”
“Pertanyaan yang bagus, mas. Jadi begini. Kalau sebelum-sebelumnya gula darah kita selalu tinggi, maka maka pankreas kita tidak pernah istirahat. Lemburan terus memproduksi insulin agar gula darah bisa stabil. Kalau lembur terus, lama-lama produksi insulin tidak cukup untuk menstabilkan gula darah. Kalau hal itu sudah terjadi, artinya kita sudah menderita diabetes.”
“Nah. Almarhum itukan kata pak RT tadi, punya penyakit diabetes. Maka wajar kalau insulinnya tidak cukup untuk menetralisir gula darah beliau yang melonjak akibat ngamuk makan gula dan karbohidrat saat buka bersama. Kalau gula darahnya melonjak sampai 700 mg/dl, sementara insulinnya tidak cukup mampu menetralisir, jatuh pingsan begitu ya sebuah kewajaran. Tidak hanya beliau, saya dan mas, atau siapa saja, kalau enggak ngerti pola semacam ini, juga bisa mengalami hal serupa.”
“Terus sebaiknya gimana makan kita saat berbuka mas ?”
Ada suara lain menimpali obrolan kami.
Dan saya baru sadar, ternyata banyak orang ikut menyimak obrolan kami berdua.
“Kalau menurut saya begini, ya. Kita inikan agamanya Muslim. Dan panutan kita adalah Nabi Muhammad. Nabi sendiri pernah mengirim wasiat tentang bagaimana cara berbuka.
Yaitu dengan beberapa buah kurma, kemudian air putih. Kalau tidak ada buah kurma, disarankan air putih saja langsung. Itu pun buah kurma beneran. Bukan kurma yang sudah diperam pakai gula seperti yang banyak beredar di pasaran.”
“Gula dari kurma itu Glicemik Indek, atau kadar gulanya rendah. Dan dia tergolong karbohidrat yang komplek, jadi butuh waktu untuk menaikkan gula darah. Dan itu pun hanya beberapa buah saja. Sekitar 3 sampai 5 butir kurma. Tapi nyatanya, yang kita makan kan bukan kurma. Yang kita makan langsung es campur, gorengan, jajanan pasar, dan nasi lengkap dengan lauknya yang karbohidrat juga.”
“Makanya gula darah kita langsung melonjak. Dan kalau sebulan cara buka kita kayak gini, jangan kaget kalau lebaran nanti kita tambah gemuk. Itu pun masih bagus, ketimbang meninggal mendadak kayak Almarhum barusan.”
“Loh katanya ada hadist yang menyuruh berbuka dengan yang manis, mas Ndika.
Benar enggak hadits itu”
“Hehehe… Korban iklan kamu mas.
Itu haditsnya teh botol s*sro.”
“Yang benar itu, Haditsnya berbuka dengan buah KURMA & AIR PUTIH. Kalau enggak ada kurma, ya langsung air putih. Kita tinggal memilih saja, mau nurut Rasulullah atau nurut iklan orang sedang jualan. Kalau nurut sama iklan, nasib kita bisa kayak Almarhum tadi.”
Niatnya mau berbuka dengan yang manis, jadinya malah BERDUKA dengan yang MANIS.
Kami tertawa bersama. Sampai akhirnya suara kami dipaksa diam, ketika terdengar suara sirine ambulan membawa jenazah almarhum yang sore tadi masih asyik berbuka bersama kami.
Ndika Mahrendra
owner dietmentoring.com