Mereka yang Berjasa Tapi “Berbahaya”
Terapi Kanker Dr Wasito
Bagaimana kabarnya Dr. Warsito sekarang? Nama lengkapnya, Dr. Warsito Purwo Taruno, M.Eng. Ia anak bangsa penemu Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker. Tak sedikit penderita sakit yang mengerikan ini membaik kondisinya setelah diterapi oleh alat yang diciptakan sang ilmuwan.
Tetapi jasa baiknya tak bisa dinikmati lama oleh rakyat Indonesia. Meski masih banyak masyarakat yang mengantri ingin berikhtiar dengan alat tersebut. Sejak Desember 2015, Klinik Edwar Technology tidak menerima pasien baru untuk ditangani, namun pasien lama diperbolehkan untuk berkonsultasi.
Kementerian Kesehatan, melalui surat yang ditujukan kepada wali kota Tangerang, ditandatangani Sekretaris jendral Kementrian Kesehatan, Untung Suseno Sutarjo, menyebutkan bahwa PT Edwar telah melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tahapan proses penelitian yang sudah ditetapkan badan penelitian dan pengembangan Kemenkes. Klinik riset kanker yang dikelola Warsito tidak masuk dalam jenis klinik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di Indonesia hanya mengenal dua jenis klinik yaitu klinik pratama dan klinik utama.
“Istilah penggunaan ‘Klinik Riset Kanker’ tidak dikenal dalam peraturan tentang klinik dan untuk penggunaan kata klinik harus sesuai standar yang ada dan memiliki izin operasional yang berlaku,” bunyi surat itu. Dan klinik itu pun kabarnya telah ditutup hingga kini.
Bagaimana dengan sang ilmuwan? Kabar terakhir yang saya terima tentang peraih BJ Habibie Technology Awards dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tersebut akan mengembangkan teknologinya di luar negeri.
Penemuan Dr. Warsito ini sejatinya telah menolong banyak orang. Tetapi sekaligus membahayakan bisnis pihak lain. Terutama rumah sakit yang berbisnis dengan jasa pengobatan kanker. Sungguh sayang, pada akhirnya, Dr Warsito terjegal aturan.
Mobil Listrik
Gas buang apa yang dikeluarkan oleh mobil listrik? Seharusnya tidak ada. Emisi gas buang hanya ada pada mobil yang menggunakan bahan bakar minyak atau gas. Tetapi untuk bahan bakar listrik, tak akan ada gas buang yang berbahaya bagi lingkungan. Namun kenyataannya, mobil listrik milik proyek Dahlan Iskan yang diberi nama Selo ini dinyatakan tidak lulus uji emisi.
“Mobil itu tidak lulus uji emisi, terlebih lagi hasil test drive mobil ini bahaya kalau digunakan di jalan umum”, ujar Sarjono Turin, Kepala Sub Direktorat Penyelidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
Pernyataan itu dikeluarkan di tengah penyidikan kasus dugaan korupsi. Dalam perkara ini, vonis hukuman dijatuhkan kepada Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama Dasep Ahmadi, rekanan pembuat mobil listrik, 14 Maret 2016 lalu.
Sejatinya penemuan mobil listrik ini berjasa bagi pengembangan teknologi di Indonesia. Bahkan akan sangat bermanfaat bagi lingkungan. Tetapi penemuan ini juga berbahaya bagi kelangsungan bisnis produsen-produsen mobil yang sudah besar. Namun sayang, pada akhirnya proyek ini tersandung kasus korupsi.
Beras Maknyus
Yang terbaru dan sedang heboh adalah kasus Beras Maknyus. Pada Kamis malam lalu, 20 Juli 2017, Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang tediri dari Mabes Polri, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggerebek gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (IBU) di daerah Bekasi yang memproduksi beras bermerk “Maknyus”.
Diungkap aparat, pelanggaran yang dilakukan oleh PT IBU adalah membeli gabah dari petani jauh melampaui harga normal yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, disinyalir beras ini mengandung mutu dan komposisi yang tidak sesuai sebagai beras premium. Usaha PT IBU ini membahayakan bagi penguasaha beras lainnya.
Belakangan kasus ini disangkut pautkan juga dengan komisaris PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) (Induk PT IBU), bapak Anton Apriantono, mantan Menteri Pertanian zaman presiden SBY dan merupakan politisi PKS.
Dari pembicaraan di dunia maya, diketahui bahwa sesungguhnya PT IBU ini berjasa kepada petani karena telah membeli gabah dengan harga di atas HET. Tetapi sekaligus berbahaya bagi pebisnis lain termasuk tengkulak. Tapi sayang, pada akhirnya Beras Maknyus terjaring kasus.
Zico Alviandri