Oleh: Hendra Etri Gunawan.
Izinkan Kami Berempati Bapak/Ibu Dosen.
Tulisan ini saya buat dalam kapasitas saya sebagai Alumni IPB. Buah hasil didikan Bapak/Ibu Dosen IPB. Para Orang Tua saya selama di Kampus.
Sebagai pribadi, saya memiliki prinsip. Tidak ada istilah mantan dosen. Mereka akan tetap menjadi dosen saya, bukan mantan dosen. Itu gambaran betapa dosen adalah profesi yang sangat mulia di mata saya. Mereka adalah orang tua saya selama menjalani kehidupan di kampus.
Kasus yang menimpa Bapak AB merupakan pukulan berat bagi saya pribadi. Hati saya berkecamuk. Seakan orang tua kita sendiri yang sedang pada posisi tsb. Namun, demi menjaga ketenangan dan memberikan kesempatan kepada beliau dan keluarga untuk menyelesaikan masalah ini, saya masih bisa menahan. Jangan sampai cuitan & postingan saya bukan menjadi solusi, malah menambah berat beban beliau dan keluarga.
Saya menghargai proses hukum yang ada. Kita berada di negara hukum, dan kita sepakat berhukum dengan aturan tsb. Biarkan proses hukum berjalan tanpa intervensi-intervensi dari pihak manapun. Satu hal yang pasti, setiap dosen punya 2 area. Area sebagai profesional dosen, dan area beliau sebagai pribadi. IPB sebagai institusi sudah menegaskan bahwa kasus Bapak AB diluar peran beliau sebagai dosen IPB.
Beliau adalah Bapak saya. Bapak dari mahasiswa-mahasiswa yang diajarnya. Rekan kerja Bapak/Ibu Dosen IPB juga. Kita bertumbuh bersama dalam satu rumah, yaitu IPB. Maka izinkan saya mengajak Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Alumni IPB mengklarifikasi masalah ini tanpa memojokan beliau dan keluarga. Hal ini penting sebagai bentuk empati dan dukungan moril bahwa kita satu keluarga, IPB. Berempati terhadap kondisi orang lain ini adalah salah satu hal penting yang Bapak/Ibu Dosen ajarkan kepada kami.
Narasi tentang komunis, pancasilais, atau radikalis adalah narasi pecah belah yang sengaja diperlihara oleh pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari kondisi ini. Masuk nya kita pada bahasan tsb hanya akan menambah ruwet masalah dan tidak menjadi solusi untuk Bapak AB dan bahkan hanya akan menambah berat beban IPB.
Mari bersama merespon hal ini dengan bijak. Berempati kepada Bapak AB dan keluarga, dengan tetap menghormati proses hukum yang ada. IPB akan tetap menjadi kampus inovasi, tempat kita menuai karya. IPB.. Digdaya!
Hendra Etri Gunawan/ Ege
Alumni IPB angkatan 43