Oleh: Zico Alviandri.
Ustadz Jeje Zainuddin adalah Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis). Saya tidak dapat data jumlah anggotanya, tapi Persis dikenal merupakan salah satu Ormas Islam besar di Indonesia. Basis massanya ada di Jawa Barat dan sekitarnya.
Ustadz Zaitun Yasmin adalah ketua umum Ormas Islam Wahdah Islamiyah. Punya anggota ribuan orang dengan basis massa berada di Sulawesi Selatan dan sekitarnya.
Ustadz Bachtiar Nasir punya kiprah yang luar biasa di Indonesia. Ia mendirikan Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) dengan jamaah yang cukup banyak, aktif dan memiliki pengaruh di beberapa organisasi seperti MUI, Alumni Madinah, MIUMI, dll.
Kalau mereka bertiga berbicara mengatasnamakan umat, rasanya pantas saja karena mereka adalah simpul massa dan tokoh di jamaahnya masing-masing.
Tapi kalau orang seperti saya “membawa-bawa” nama umat, rasanya patut dipertanyakan. Misalnya saya bilang, “umat kecewa.” Umat yang mana? Ya mungkin saja umat yang sepemikiran dengan saya, tapi jauh dari kata mewakili.
Ustadz Jeje dan Ustadz Zaitun tak lama kemarin telah bertemu dengan Ketua Majelis Syuro PKS, Habib Salim Segaf Al Jufri untuk tabayun atas sikap politik partai berwarna oranye tersebut sekaligus meyampaikan keresahan. Mereka hadir bersama beberapa tokoh Islam lain.
Setelah bertabayun, tersebarlah pesan dari mereka berdua bahwa mereka telah cukup paham dan jelas terhadap langkah PKS. Keresahan itu terjawab dan ada oleh-oleh buat umat berupa foto kebersamaan tokoh-tokoh Islam dan Ketua Majelis Syuro PKS berdiri satu barisan dengan senyum yang hangat.
Sementara Ustadz Bachtiar Nasir dalam kesempatan terpisah, berbicara kepada jamaahnya tentang keputusan PKS yang lalu tersebar lewat penggalan video. Intinya ia menjelaskan mekanisme yang sudah benar yang dijalankan PKS untuk menggodok sebuah masalah, yaitu syuro. Beliau memaklumi dan mengajak pula jamaahnya untuk menghargai.
Saya mengira Ustadz Bachtiar Nasir juga sudah tabayun dan diberi penjelasan dalam waktu yang terpisah dari momen kehadiran Ustadz Jeje, Ustadz Zaitun, dan tokoh Islam lainnya.
Menarik, mengapa para tokoh itu mudah diberi pemahaman? Menurut saya ada dua alasan.
Pertama, mereka sudah satu frekuensi, bukan saja soal keimanan, tapi karena sama-sama mengelola jamaah di tengah umat yang cukup besar. Mereka paham lika likunya sehingga bisa merasakan apa yang dihadapi oleh petinggi PKS saat ini.
Ya mungkin saja ada juga informasi yang hanya bisa disampaikan kepada tataran tokoh Islam, tapi untuk dibuka ke khalayak tidak memungkinkan karena suatu alasan. Allahua’lam.
Kedua, mereka datang dengan semangat ingin mengerti, bukan ingin dimengerti sepihak apalagi dengan kemarahan. Maka bisa dibayangkan betapa cairnya obrolan di antara mereka tanpa dibumbui perdebatan sengit.
Kalau orang seperti saya biasanya ketika diberi satu penjelasan malah akan mendatangkan sepuluh bantahan dibumbui fafifuwasweswos ngenglish ngenglish. Kemudian merasa diri ini keren.
Namun kekecewaan sebagian umat Islam kepada PKS tidak bisa dipungkiri. Di sekitar saya ada beberapa. Di antara mereka ada yang bisa diberi penjelasan dan ada yang bergeming dengan kemarahannya.
Apakah sebagian yang kecewa itu, yang anti dengan rezim yang sekarang maupun yang melanjutkan bisa dikatakan mewakili umat? Entahlah, yang jelas saya temukan potret umat yang lain.
Ada cerita tentang seorang bapak yang rajin ke masjid dan mendatangi pengajian. Suatu ketika ia hadir di sebuah majelis di mana ustadz pematerinya menjelek-jelekkan Jokowi sampai mengejek fisik. Si bapak kemudian jadi tak berkenan dan malah tumbuh simpati kepada Jokowi.
Ada juga cerita tentang buruh yang nasibnya sudah diperjuangkan lewat demonstrasi menolak UU Ciptaker. Namun entah kenapa mereka malah mendukung pemerintah. Ketika PKS memutuskan mendukung pemerintahan terpilih, mereka mengungkapkan rasa senangnya kepada kader PKS.
Jangan lupa bahwa angka 58% suara untuk paslon nomor 02 di Pilpres kemarin sebagian besarnya adalah umat Islam. Mereka kebanyakan silent majority di mana ketika kampanye justru narasi 01 yang mendominasi media sosial.
Pengemudi ojek dan taksi online yang muslim juga bagian dari umat Islam. Banyak cerita di masa kampanye lalu ketika pendukung 01 yang sedang menjadi penumpang mencoba memasarkan pilihannya kepada supir. Diam-diam rupanya para pengemudi itu sudah punya pilihan sendiri. Ketika diajak ngobrol mereka iya-iya saja, tapi di pangkalan mereka sudah fix dengan dukungannya. Jalanan memang punya logikanya sendiri.
Kader PKS harus bisa merawat konstituen dan simpatisan yang selama ini sudah dekat. Namun jangan lupa pula untuk terus melebarkan ladang dakwah kepada mereka yang “diam”. Terus aktiflah bergerak. Ketika satu pintu tak mau membuka, ketika ada pintu yang menutup setelah sebelumnya terbuka, coba ketuk pintu yang lain. Mereka juga umat.