Sahabat, Mari Sejenak Muhasabah Diri

Gagal itu, saat kerongkongan itu mengering menyaksikan tayangan episode-episode kehidupanmu sendiri dan seluruh amal yang engkau banggakan itu begitu saja berubah jadi sampah-sampah berserakan disana. Disana, disebuah hari dimana engkau tidak bisa lagi berdusta dengan keramahan…

Kecewa itu, saat semua hamba Allah diseru dengan sebuah seruan “Udzkhulul jannah! Masuklah kamu kedalam syurga, masuklah kamu kedalam syurga tanpa takut dan bersedih!” lalu engkau tidak mendengar apa-apa. Telingamu tersumbat karena selama di dunia dahulu tidak mau mendengar! Tidak mau mendengar atau acuh atas berbagai seruan menuju hari yang kekal itu.

Rugi itu, saat engkau merasa kaya raya dengan amal yang berlimpah namun ternyata semuanya diambil oleh saudaramu yang engkau ghibah. Amalmu beterbangan menuju timbangan saudaramu yang engkau fitnah..

Kalah itu, adalah ketika malaikat penjaga menyeretmu ke bibir sebuah jurang yang curam dan engkau tidak bisa menolaknya atau sekedar berkata “Aku tidak mau masuk neraka!”

Kehilangan itu, ketika engkau lihat keluargamu bahagia di syurga dan engkau menangis dineraka. Lalu malaikat penyeru mengumumkan “Allaknatu ‘ala dzolimiin… terlaknatlah kalian wahai manusia dzalim!”.

Aib itu, saat pendengaran, penglihatan dan kulit-kulit kita bicara dan bercerita tentang seluruh delik kemunafikan kita. Dan jiwa kite gemeletar ketakutan…

 

Itulah kegagalan yang sebenarnya!

Itulah kekecewaan yang sebenarnya!

Itulah kerugian, kekalahan, kehilangan dan aib yang sebenarnya!

Adapun kegagalan di dunia ini. Kekecewaan di dunia ini. Kerugian di dunia ini. Kekalahan di dunia ini. Kehilangan dan aib-aib di dunia ini hanyalah sebuah “trial”, kesemuanya hanyalah ujian dan cobaan.

Diantaranya sedikit musibah dan ketakutan, semata untuk meruntuhkan dinding kesombongan di istana hati kita. Gelombang ujian dan masalah-masalah itu semata Allah bentangkan untuk melihat, sejauh mana kesungguhan kita untuk menjadi Hamba Nya, agar kemudian tampak siapakah yang lebih baik amalnya?

Selama engkau dapati bahwa tenggorokanmu masih basah, maka bersabarlah dan pujilah Allah yang maha rahman atas kesempatan hidup hari ini agar kita bertaubat dan memperbaiki diri.

Barangkali masih ada riya yang terselubung atau bau busuk keangkuhan dibalik ilmu dan sikap tawadhu yang kita paksakan?

 

Akh..

Entahlah, maafkan jari-jemari saudaramu yang jahil ini.

 

#Fa-biayyi alaa’i Rabbi kuma tukadzdzi ban

Oleh: noname

Comments

comments