Oleh: Satria Hadi Lubis
Secara implisit tadi saya menyampaikan kepada bapak ibu peserta parenting di Depok bahwa waktu kita bersama dengan anak lebih singkat dari apa yang kita duga.
Masa bersama anak terbagi menjadi 4 fase :
1. Masa Intim
Masa Intim adalah ketika anak berusia 0-8 tahun. Masa dimana anak menempel terus kepada ortu. Masa manja-manjanya seorang anak, sehingga ia tidak sungkan dipeluk dan memeluk ortunya. Inginnya kemana-mana bersama orang tuanya dan sangat mudah untuk diajak ikut oleh orang tuanya.
Di masa ini, kadang orang tua merasa kewalahan, bahkan jengkel, karena anak menempel terus dan tidak bosan-bosannya menempel kepada orang tuanya.
2. Masa Kritis
Masa Kritis adalah ketika anak berusia 9-13 tahun. Masa dimana anak sudah masuk sekolah dasar dan mulai sibuk dengan lingkungan sekolah dan teman-teman seusianya.
Disini anak mulai belajar dari banyak sumber, termasuk dari guru dan teman-temannya. Ia juga mulai membandingkan perlakuan orang tuanya dengan perlakuan orang tua dari temannya.
Dari sumber belajar yang beragam tadi, seorang anak di masa ini mulai bersikap kritis terhadap pendapat orang tuanya. Lalu bertanya dan membantah, sehingga muncul perbedaan pendapat dengan ortunya.
Di masa ini juga mulai muncul perasaan tidak puas, kecewa atau sakit hati terhadap perlakuan orang tuanya yang tidak sejalan dengan keinginannya. Lalu memorinya menyimpan hal tersebut, sehingga ia mulai menjaga jarak kepada orang tuanya.
Mereka masih mau dipeluk atau ikut bersama orang tuanya, tapi mulai bertanya secara kritis mau kemana atau untuk apa ikut orang tuanya.
3. Masa Sibuk
Masa sibuk adalah ketika anak berusia 14-23 tahun. Ini masa dimana anak sudah sibuk dengan kegiatan sekolah di SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Pergaulan mereka juga biasanya makin luas, sehingga waktu bersama orang tuanya makin terbatas. Apalagi jika anak di sekolahkan di pesantren atau kuliah di lain kota.
Bagaimana bahasa tubuh mereka ketika dipeluk? Sudah mulai susah dan malu untuk dipeluk. Apalagi jika dipeluknya di tempat umum. Anak lelaki apalagi makin susah untuk diajak berpelukan oleh ayah ibunya.
Untuk diajak pergi-pergi sama orang tuanya juga makin sulit karena mereka sudah punya agenda lain. Sok sibuk lah…hehe😛
Keadaan menjadi berbalik. Dulu anak yang inginnya nempel terus kepada orang tuanya. Di fase sibuk ini, ortu yang inginnya nempel dengan anaknya. Bagi seorang ayah, ia ingin menggunakan waktunya yang sedikit (quality time) di tengah karirnya yang sedang menanjak untuk “bermesraan” dengan anaknya, tapi ternyata anaknya udah ogah. Patah hati deh orang tuanya….hadeuhh…😢
4. Masa Mandiri
Masa Mandiri adalah masa dimana anak berusia 23 tahun ke atas atau masa dimana anak sudah bekerja atau menikah. Inilah masa dimana anak sudah seharusnya mandiri dan kita sebagai ortu harus siap mental menghadapinya.
Anak mulai semakin jarang ketemu orang tuanya, karena makin sibuk dengan dunianya sendiri.
Bersama dengan tubuh yang makin tua dan ringkih, orang tua kembali menjadi “pengantin baru” lagi. Rumah menjadi sepi. Tidak ada lagi tawa dan tangis anak. Yang ada hanya tinggal kenangan manis di masa dulu bersama anak yang masih imut.
Kerja orang tua adalah menghitung hari, sambil melihat mainan anaknya di sudut rumah, kapan ya hari raya akan datang atau kapan ya anak sempat mampir ke rumah di tengah kesibukannya.
Masa bersama anak itu berlalu begitu cepat. Singkat. Rasanya baru kemaren anak kita gendong dan kita peluk. Tapi sekarang sudah sulit ditemui atau menemui kita.
Ada yang bilang ke saya, masa yang paling indah bagi orang tua adalah masa intim ketika anak masih imut-imut. Sampai-sampai pelawak Dono almarhum pernah berucap, “Momen yang paling membahagiakan saya adalah ketika saya main kuda-kudaan dengan anak saya dulu”.
Makanya jangan sia-siakan masa intim tersebut. Ia adalah golden moment, sekaligus golden age. Punyalah waktu untuk anak ketika mereka kecil, sebelum mereka tidak mempunyai waktu untuk kita.
Namun begitulah hidup. Ia mengajarkan kita untuk tegar kepada perjalanan hidup anak-anak kita. Ia mengajarkan kita untuk terus bertanggung jawab dalam setiap masa pertumbuhan anak dengan proporsinya masing-masing.
Nanti…anak kita juga akan mengalami apa yang kita rasakan. Terus begitu bergulir sampai akhir jaman.
Yang abadi adalah doa. Doa yang dipanjatkan orang tua kepada anaknya. Dan doa yang dipanjatkan anak yang sholih kepada orang tuanya. Doa itulah yang menyambung kembali kebersamaan anak dengan orang tuanya. Nanti di akhirat kelak.
“(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya” (QS. Ar-Ra‘du ayat 23).