Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan Hagia Sophia di Istanbul adalah masjid pada Jumat (10/7) kemarin yang ditandai dengan pelaksanaan sholat yang dimulai pada dua pekan lagi atau 24 Juli. Hal ini setelah pengadilan tinggi memutuskan pengalihan bangunan kuno menjadi museum adalah ilegal.
Erdogan menyampaikan pernyataan tersebut pada Jumat kemarin, hanya beberapa jam setelah putusan pengadilan diterbitkan. Dia disebut mengesampingkan peringatan internasional untuk tidak mengubah status bangunan berusia hampir 1.500 tahun yang dihormati oleh orang Kristen dan Muslim itu.
Amerika Serikat, Rusia, dan para pemimpin gereja termasuk yang menyatakan keprihatinan tentang pengalihan status Situs Warisan Dunia UNESCO itu. Apalagi Hagia Sophia merupakan titik fokus dari kekaisaran Byzantium Kristen dan Kekaisaran Ottoman Muslim. Sekarang menjadi salah satu monumen yang paling banyak dikunjungi di Turki.
Kementerian kebudayaan Yunani menggambarkan keputusan pengadilan sebagai provokasi terbuka bagi dunia yang beradab, sementara UNESCO mengatakan menyesal bahwa itu tidak diberitahukan sebelumnya dan sekarang akan meninjau status bangunan.
Erdogan berusaha mengubah Islam menjadi arus utama politik Turki selama 17 tahun memimpin. “Dengan putusan pengadilan ini, dan dengan langkah-langkah yang kami ambil sejalan dengan keputusan itu, Hagia Sophia menjadi masjid lagi, setelah 86 tahun, seperti yang diinginkan Fatih, penakluk Istanbul,” kata Erdogan dalam pidato nasional, dilansir dari Reuters, Sabtu (11/7).
Erdogan juga menyinggung soal sejarah pada saat-saat kritis Kekaisaran Bizantium dan pendiri republik modern. Dia mengatakan, Turki sekarang dapat meninggalkan sumpah Allah, keuntungan dan malaikat, sebagaimana yang dikatakan Fatih, Sultan Ottoman Mehmet II, yang menyebut ketiganya akan menyertai siapa saja yang mengubah Hagia Sophia menjadi masjid.
“Seperti semua masjid kami, pintu Hagia Sophia akan terbuka untuk semua, penduduk lokal dan asing, Muslim dan non-Muslim,” kata Erdogan, yang pada Jumat kemarin menandatangani pengelolaan situs dengan Direktorat Urusan Agama.
Namun seperti diketahui Departemen Luar Negeri AS mendesak Turki mempertahankan bangunan itu sebagai museum. AS juga kecewa dengan keputusan pengalihan status menjadi masjid. Tetapi AS berharap Hagia Sophia tetap dapat diakses oleh semua kalangan.
Asosiasi yang membawa perkara terkait Hagia Sophia ke pengadilan, mengatakan Hagia Sophia adalah milik Sultan Mehmet II yang merebut kota pada tahun 1453 dan mengubah katedral Ortodoks Yunani yang sudah berusia 900 tahun menjadi masjid.
Ottoman membangun menara di samping struktur kubah yang luas, sementara di dalamnya mereka menambahkan panel bertuliskan nama Arab Allah, Nabi Muhammad, dan khalifah Muslim. Mosaik emas dan ikon Kristen, dikaburkan oleh Ottoman, dan ditemukan kembali ketika Hagia Sophia menjadi museum.
Dalam keputusan Dewan Negara, pengadilan administratif utama Turki, disebutkan, “Disimpulkan bahwa akta penyelesaian penetapannya sebagai masjid dan penggunaannya di luar karakter ini tidak dimungkinkan secara hukum. Keputusan kabinet tahun 1934 yang mendefinisikannya sebagai museum tidak mematuhi hukum,” katanya, merujuk pada dekrit yang ditandatangani oleh Mustafa Kemal Ataturk.
Di Istanbul, ratusan orang berkumpul di dekat Hagia Sophia untuk merayakan keputusan itu. “Mereka yang membangun ini melakukannya untuk menyembah Tuhan juga,” kata Osman Sarihan, seorang guru. “Terima kasih Tuhan hari ini kembali ke tujuan utamanya. Hari ini Tuhan akan disembah di masjid ini.” Kelompok-kelompok Turki sudah lama berupaya mengalihkan status Hagia Sophia. Bagi mereka, lebih baik mencerminkan status Turki sebagai negara yang sangat Muslim.
Direktur Program Penelitian Turki di Institut Washington untuk Kebijakan Timur, Soner Cagaptay menilai, pemerintah Turki telah membalikkan salah satu langkah Ataturk yang paling simbolis yang menggarisbawahi komitmen Ataturk pada republik sekuler. Erdogan telah membatasi proyeknya sendiri untuk memulihkan Islam dalam kehidupan publik.
“Hagia Sophia adalah momen puncak revolusi agama Erdogan yang telah berlangsung di Turki selama lebih dari satu dekade,” katanya, menunjuk pada penekanan yang lebih besar pada agama dalam pendidikan dan lintas pemerintahan.
Sementara itu, Gereja Ortodoks Rusia menyesalkan keputusan pengadilan karena tidak mempertimbangkan mereka. Menurut pihak Gereja Ortodoks Rusia, keputusan itu dapat menyebabkan perpecahan yang lebih besar lagi.
Kepala spiritual dari sekitar 300 juta orang Kriten Ortodoks di dunia, Patriark Ekumenis Bartholomew menuturkan, penglaihan Hagia Sophia menjadi masjid akan mengecewakan umat Kristen dan akan memecah belah Timur dan Barat.