Apa yang ada di kepala kita saat mendengar kata “pahlawan”? Imajinasi kita akan melayang ke suasana saat revolusi fisik, yakni tentang orang-orang yang berjuang mengusir penjajah. Lebih parah lagi, sebagian kita akan membayangkan kuburan (Taman Makam Pahlawan). Dengan situasi ini, kita membayangkan para pahlawan sebagai manusia dari masa lalu, yang saat ini sudah meninggal. Alhasil, banyak diantara kita memaknai pahlawan hanya sekedar cerita, bukan proses aktualisasi di kehidupan nyata.
Sama halnya persepsi yang berkembang di kepala kita, bahwa orang yang mati syahid hanyalah mereka yang gugur di medan jihad fi sabilillah. Padahal jika kita buka berbagai riwayat, akan didapatkan keterangan bahwa orang yang tenggelam, melahirkan, mempertahankan harta, dll juga dihukumi sebagai orang yang mati syahid. Bedanya, bagi para mujahid yang wafat di medan jihad, mereka berpredikat syahid dunia akherat. Sehingga jenazahnya langsung dikubur, tanpa dimandikan, dikafani dan dishalati. Sedangkan untuk selainnya, berpredikat syahid akherat saja. Sehingga jenazahnya tetap dimandikan, dikafani dan dishalatkan.
Setiap bangsa, setiap masyarakat terus menerus melahirkan para pahlawan. Hanya saja, mereka menjalankan peran dan kontribusi yang berbeda, sesuai dengan tantangan di zamannya. Di masa revolusi fisik, tugasnya adalah mengusir penjajah. Di masa kemerdekaan, tugasnya adalah mengisi dengan hal-hal positif. Karena esensi kepahlawanan adalah jiwa pengabdian, semangat pengorbanan dan tekad berbakti. Jika hal-hal seperti ini sudah terpatri dalam diri, maka kita sudah memiliki sedikit karakter kepahlawanan. Tinggal bagaimana kita menemukan lingkungan dan kondisi yang cocok untuk menyemaikan karakter tersebut, sehingga hasilnya bisa dirasakan oleh masyarakat luas.
Jika kelak ada anak kita bertanya “Dimanakah pahlawan?”. Janganlah kita bawa ke kuburan (TMP), musium atau monumen perjuangan. Tetapi jawablah “Sesungguhnya pahlawan itu dekat. Mereka ada disekitar kita. Jika kita menemukan ada orang yang memiliki dedikasi tinggi untuk memberikan yang terbaik bagi sesama, mereka itulah para pahlawan”.
Eko Jun