Oleh: Zico Alviandri
Saat ingin mengubah kebiasaan, atau membangun kebiasaan baru yang baik, sering kali tidak mudah. Ada banyak kendala, alasan, dan godaan yang menguji kesungguhan. Dalam buku Re-Code Your Change DNA, Rhenald Kasali menulis ada empat hal yang perlu diwaspadai saat memulai kebiasaan yang baik, terutama yang berhubungan dengan fikiran dan persepsi.
1.Potensi vs Limitasi
Kebanyakan manusia ketika menghadapi hal-hal baru lebih banyak melihat dirinya dengan menggunakan kacamata limitasi (keterbatasan-keterbatasan yang ia miliki) daripada potensi (kemungkinan-kemungkinan bisa) yang ia miliki. Banyak orang yang selalu menduga dirinya tidak bisa sebelum mencoba melakukan apa saja yang baru baginya.
Misalnya ketika seorang muslim ingin membiasakan sholat tahajud, yang mau tak mau ia harus mengurangi jam tidurnya, ia dihantui fikiran efek dari kurang tidur. Ia takut tidak fokus kerja di kantor, takut mengantuk saat membawa kendaraan, dll. Ia berfikir tentang limitasi diri daripada potensi diri.
Masalah ini yang diidap oleh sebagian orang kafir Mekkah yang menolak beriman. Allah menyitir mereka dalam QS Al-Qashash ayat 57. “Dan mereka berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.”” Pada limitasi yang membelenggu itu, Allah ingatkan mereka tentang potensi nikmat yang telah Allah berikan. Sehingga harusnya hanya Allah yang mereka takuti. Dalam ayat yang sama: “Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh- tumbuhan) untuk menjadi rezki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
2. Rem Tangan pada Benak Manusia
Banyak orang yang memiliki potensi untuk berkembang tetapi memliki banyak belenggu yang mengikat pikiran-pikirannya. Ibarat seorang yang mengendarai mobil, sekalipun gas sudah dipacu dalam-dalam, mobil tak bisa melaju kencang. Mengapa demikian? Sebabnya adalah, kecepatan terbelenggu oleh sesuatu, yaitu rem tangan yang belum dilepas.
Rem tangan itu kadang berupa belenggu kejadian traumatis atau sukses di masa lalu. Misalnya karena pernah mencoba tumben-tumbenan rajin sholat, seseorang diejek oleh kawannya. Akhirnya ia kapok untuk membiasakan diri menunaikan kewajiban itu. Apalagi untuk amal sholeh lainnya.
Atau karena meski tak rajin sholat, seseorang tetap hidup sukses. Lantas ia merasa tak perlu mengubah dirinya untuk rajin beribadah kepada Allah swt.
3. Keletihan Memulai
Setiapkali memulai sesuatu yang baru maka kita mengaktifkan pikiran-pikiran kita. Dalam memulai sesuatu yang baru harap diingat bahwa manusia punya kecenderungan cepat menyerah dan ingin kembali ke posisi semula, yaitu posisi yang nyaman baginya (comfort zone). Kecuali ia merasakan ada perangsang yang cukup untuk terus bergerak, maka biasanya orang memilih kembali ke posisi semula.
Seperti seorang pemuda yang mencoba memulai merutinkan olahraga, sekali dua kali aktivitas itu membuatnya keletihan. Bahkan membuat ia jatuh sakit. Akhirnya ia berhenti rutin berolahraga. Ada yang mencoba berhenti merokok, namun tak pernah bisa bertahan lama.
Orang yang ingin menjadi penghafal Qur’an, biasanya semangat di permulaannya. Ia korbankan waktunya yang biasa ia pakai untuk menonton televisi, bermain game, berselancar di media sosial, untuk menambah dan mengulang hafalan. Tapi sebentar kemudian ia kembali berlama-lama mengamati gawainya, atau berada di depan televisi. Dan kebiasaan menghafal itu pun harus diulang dari awal kalau mau ditumbuhkan kembali.
4. Panik (Persepi Pintu Tertutup)
Manusia yang panik akan cenderung bereaksi berlebihan karena tidak mampu melihat opsi atau alternatif. Ketika lampu-lampu di sebuah gedung mati tiba-tiba, orang-orang yang diam sejenak memikirkan alternatif, tapi sebagian besar orang memilih berteriak secara spontan dan berkerumun menuju suatu titik.
Di setiap kejadian usahakan jangan panik. Terhadap kebiasaan baru yang malah menimbulkan efek negatif, jangan panik lantas menyerah. Tetap tenang dan cari cara lain agar perubahan yang kita yakini baik itu berhasil.
Ketika mulai berhijab, dirasakan hawa gerah yang bikin tak nyaman. Mulai membiasakan berpuasa sunnah, sakit mag pun kambuh. Efek samping dari kebiasaan baik itu tentu sebuah ujian dari Allah swt. Namun tak perlu panik. Berapa banyak orang yang lulus melewati keadaan itu.