Habib Idrus bin Salim Aljufri atau yang akrab dipanggil Guru Tua merupakan salah seorang ulama mahsyur di Sulawesi Tengah. Bahkan, diketahui bahwa Guru Tua telah banyak berjasa untuk kemerdekaan Indonesia kala itu.
Guru Tua mendakwahkan kearifan Islam jauh sebelum ada narasi wasathiyah, Islam nusantara, dan moderasi beragama. Berbekal ilmu yang dia dapat dari guru-gurunya di Hadhramaut, Guru Tua yang bernama lengkap Idrus bin Salim Aljufri menunjukkan keislamannya dalam bentuk akhlak mulia.
Akhlak yang Mulia
Ada beberapa akhlak mulia yang dia tunjukkan selama hidup. Pertama, Habib Idrus dikenal sangat jujur dalam berdagang. Meski berdakwah sehari-hari, Habib Idrus berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam buku Rangkaian Mutiara Ulama Dzuriyat Rasulullah karangan Sayid Zen bin Smith, diceritakan, Habib Idrus kalau berdagang akan menyebutkan harga pokok kepada calon pembeli. “Saya beli ini barang dengan harga segini. Terserah ente mau kasih saya untuk berapa,” begitu yang biasa dikatakan Habib Idrus kepada pembelinya.
Maksud perkataan itu adalah Habib Idrus ingin mendapatkan rezeki yang super halal, yang memang diberikan dengan rasa cinta dan tulus, bukan dengan hal tercela.
Kedua, Habib Idrus mengajak orang-orang berdzikir dan berakhlak mulia. Dengan begitu banyak orang tergugah untuk mengikuti dakwahnya. Setelah beberapa tahun Habib Idrus berdakwah, datanglah misionaris melakukan kristenisasi di sana. Ketika misionaris menyebarkan ajarannya, warga sekitar pergi tak menggubris mereka, karena mereka lebih hormat kepada Guru Tua dan lebih condong kepada Islam yang sudah lebih dulu mereka anut.
Ketiga, Habib Idrus senang bersilaturahmi menemui banyak kepala suku. Setiap mendatangi petinggi suku, mereka senang menyambut Habib Idrus. Sebab akhlak Habib Idrus disukai banyak orang. Habib Idrus pandai memikat hati mereka, sehingga mereka bersemangat memeluk Islam dan mengikuti jejak kehidupan Habib Idrus.
Warisan Habib Idrus yang ada hingga kini adalah Alkhairaat. Yayasan pendidikan itu membangun sekolah di banyak tempat. Anak-anak belajar di sana dan tumbuh menjadi penerus pembangunan negeri ini hingga sekarang.
Pendiri Al-Khairaat dan Mendirikan Banyak Sekolah
Peran Habib Idrus dalam kemerdekaan Indonesia dilihat dari perjuangannya melalui jalur dakwah. Beliau diketahui menjadi sosok pelopor dan pendiri lembaga pendidikan Islam Alkhairaat di Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada tahun 1930.
Seiring dengan berjalannya waktu, Alkhairaat pun dikenal sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di kawasan timur Indonesia.
Organisasi Islam yang didirikan pada tanggal 30 Juni 1930 ini melegitimasi kepemimpinan Presiden Soekarno saat ada beberapa gerakan pemberontakan yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam.
Di samping itu, pemikiran Habib Idrus yang berbentuk nasionalisme religius dan progresif juga menjadikan pendidikan Alkhairaat sebagai fungsi pemberdayaan sosial untuk mengajarkan akhlakul karimah.
Alkhairaat di bawah kepemimpinan Habib Idrus pun turut membangkitkan patriotisme serta nasionalisme masyarakat Palu untuk mengusir penjajah Belanda maupun Jepang.
Mengutip dari laporan Muktamar Majelis Pendidikan Alkhairaat pada Muktamar IX di Palu tahun 2008, jumlah Madrasah Alkhairaat di masa kini telah mencapai 1.561 madrasah:
1.109 sekolah di Sulawesi Tengah.
195 sekolah di Sulawesi Utara.
162 sekolah di Maluku.
53 sekolah di Kalimantan Timur.
26 sekolah di Sulawesi Selatan.
12 sekolah di Papua.
3 sekolah di Sulawesi Tenggara.
1 sekolah di Kalimantan Selatan.
Selain itu, pada tahun 1963, Alkhairaat juga membuka Perguruan Tinggi bernama Universitas Alkhairaat (UNISA) di Palu, Sulawesi Tengah.
Ajaran Guru Tua
Pertama adalah akhlak mulia. Yaitu akhlak yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, datuk beliau sendiri. Akhlak tersebut diceritakan dalam berbagai kitab maulid, seperti Simthud Durar, Barzanji, Burdah, Diba, dan lainnya.
Sebagaimana habaib pada umumnya, Guru Tua, meneruskan dakwah guru-gurunya, yaitu berdzikir, mengingat kehidupan Nabi Muhammad, bershalawat, dan mengaji kitab turats karangan para masyayikh dan ulama Ba’alawi.
Kedua, khidmah di bidang pendidikan. Keberadaan Alkhairaat merupakan wujud nyata dakwah Guru Tua dalam bidang pendidikan. Guru tua tumbuh dan besar dalam keadaan umat Islam terpecah setelah Turki Utsmani runtuh. Kemudian masyarakat menginginkan persatuan dan kebersamaan. Karena itu dakwahnya adalah merangkul, bukan berkonfrontasi dengan pihak lain.
Ketiga, Habib Idrus dikenal sebagai penyair hebat. Dia membuat syair tentang Bung Karno dan Indonesia. Bahwa Indonesia merupakan masa depan umat dan dunia. Melalui Indonesia, kedamaian akan terwujud dan pembangunan manusia akan berjalan dengan baik.
Nama Bandara
Kini Habib Idrus memang sudah wafat. Namun namanya tetap hidup membersamai pembangunan bangsa ini. Di zaman SBY menjadi presiden, Menteri Perhubungan EE Mangindaan memberikan nama bandara di Palu SIS Aljufri atau Sayid Idrus bin Salim Aljufri. Itu merupakan nama yang menunjukkan Habib Idrus membersamai pembangunan dan keberlangsungan bangsa ini.
Nama Habib Idrus selalu ada dan hidup meski jasadnya terpendam di dalam tanah. Wajahnya terpajang di berbagai tempat, memunculkan kearifan dan kesejukan. Siapapun yang melihat foto itu akan terkagum. Mengenakan kacamata, berjanggut tipis, dan mengenakan penutup kepala khas Hadhramaut, wajah Habib Idrus menenangkan hati siapapun yang melihatnya.