Suatu hari Tomang berlari-lari menemui Mukidi, kabarnya dia pintar mengobati siapapun yang sakit.
Tomang meminta Mukidi untuk mengobati anjingnya yang sekarat. Mukidi tersenyum dan mengiyakan.
Mereka berdua menuju rumah Tomang. Melihat anjing tsb sekarat, Mukidi lalu menempelkan telapak tangannya ke jidat anjing dan berkata dalam bahasa Jawa,
“Su, asu ( njing, anjing ), nek kowe arep mati, yo mati-ò. (kalau kamu mau mati, ya mati aja), Nek arep urip, yo waras-ò (kalau mau hidup, sembuhlah)”.
Tomang yang tidak bisa bahasa Jawa berpikir Mukidi menggunakan bahasa Latin.
Diam-diam Tomang menghafalkan kata-kata yang dia kira mantra atau doa itu.
Setelah itu Mukidi langsung pulang.
Beberapa hari kemudian, Tomang lari-lari ke rumah Pak Mukidi bermaksud melaporkan kalau anjingnya sudah sembuh. Namun ternyata, Pak Mukidi sedang sakit.
Tomang terkejut, langsung menuju ke kamar Pak Mukidi dan menempelkan telapak tangannya ke dahi Pak Mukidi. Selanjutnya Tomang membaca mantra,
“Su, asu, nek kowe arep mati, yo mati o. Nek arep urip, yo waras o.” Pak Mukidi kaget dan?? tertawa langsung sembuh. (*)