Dovan Ali Rizci.
Meski dulu tak sepopuler sekarang, kata hijrah tetaplah bermakna “pindahnya” seseorang dari kehidupan jahiliyahnya ke dalam pangkuan Islam. Ya, sekarang memang sedang populer kata itu. Meski sejak dulu sudah banyak orang yang bertaubat memperbaiki hidupnya.
Awal 2000an serasa baru kemarin. Ketika itu da’i kondang seperti Aa Gym melejit namanya. Disusuli oleh ustadz Arifin Ilham. Dua dai tersebut masing-masing punya proyek dakwah yang didukung oleh komunitas. Yang pertama namanya Darut Tauhid, yang kedua Majelis Dzikir Az-Zikra.
Baik Darut Tauhid maupun Az-Zikra telah banyak membuat orang insaf. Ceramah Aa Gym yang lembut namun mampu menancapkan materi tazkiyatun nafs-nya ke dalam hati, hingga banyak yang tanpa sadar menitikkan air mata di sela tawa karena Aa Gym juga sering menyelipkan lelucon. Wajar lah banyak yang setelah mendengar kajian Aa Gym, lantas berjanji kepada diri sendiri untuk bertaubat. Pesantrennya di daerah Bandung dikunjungi orang-orang yang berniat hijrah.
Juga Arifin Ilham, ketika ia mengajak jamaah berdzikir, saat itu lah peserta larut dan merasakan keagungan Allah swt dan kerdilnya diri. Lantas pengaruh dalam kehidupan pun perlahan terasa dari dawamnya dzikir dilantunkan.
Itu lah pemandangan hijrah orang-orang di awal tahun 2000an. Kini ditemukan perbedaan mencolok.
Kata hijrah mulai disemarakkan. Tapi sayang, sebagaimana suatu meme yang beredar di dunia maya baru-baru ini, hijrah diidentikkan dengan janggut dan celana tidak isbal – dua hal khilafiyah – tapi bukan dengan akhlak.
Miris. Didapati pada komunitas yang keras menyerukan hijrah, mereka membuat kegaduhan di media sosial. Mereka mengangkat hal yang khilafiyah untuk dijadikan bahan perdebatan seperti musik, isbal, cadar, sampai demonstrasi. Tak segan mereka memberi stempel ahli bid’ah kepada orang yang berbeda pendapat. Apakah pembaca menemukan hal yang sama?
Tak seperti Aa Gym atau Arifin Ilham yang dakwahnya fokus kepada akhlak dan pembenahan diri. Padahal begitulah hijrah yang benar, ketika diri sudah bisa memberi manfaat kepada orang lain.
Mudah dicari pangkal masalah anak-anak baru hijrah ini. Karena mereka berguru kepada ustadz yang tajam lidahnya. Bisa disebut beberapa kasus kelancangan lisan ustadz-ustadz mereka dari video yang viral, misalnya mengatakan umat Islam yang menggelar aksi persatuan itu dengan “persatuan kebon binatang.”
Juga ada ustadz yang menyuruh jamaahnya membunuh orang yang demo. Katanya demonstran itu khawarij dan lebih baik darahnya yang halal itu ditumpahkan. Mengerikan sekali, pengajian mengajarkan orang membunuh sesama muslim.
Yang terbaru, ustadz mereka mencela pahlawan nasional yaitu Pangeran Diponegoro, karena dinilai tidak mengenakan surban yang islami. Ustadz yang sama juga mencela kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al Ghazali.
Berbeda 180 derajat antara dakwah Aa Gym – Arifin Ilham dengan kelompok yang belakangan berkoar-koar soal hijrah. Sebenarnya sejak dulu pun ustadz dari kelompok itu telah mengeluarkan buku mencela Aa Gym, judulnya “Rapor Merah Aa Gym”. Kedua ustadz yang populer di awal 2000an itu tak pernah mensyaratkan jamaahnya agar bergabung dengan komunitas Darut Tauhid atau Az-Zikra agar hijrah. Tak pernah. Tapi hijrah bagi komunitas yang itu, adalah ketika seseorang sudah tergabung dalam komunitasnya, ikut cara berpakaiannya, dan berani mencela muslim lain sebagai ahlu bid’ah. Itulah hijrah menurut mereka.