Orang bijak berkata “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang“. Betul, ada jejak – jejak khusus yang akan kita tinggalkan di dunia, yang menunjukkan eksistensi kita sebelumnya. Rasulullah saw wafat tidak meninggalkan warisan, kecuali ilmu. Rasulullah saw juga mewasiatkan Al Qur’an, Al Hadits dan juga Ahlul Baitnya kepada umat Islam. Nah, sekarang kalau ada ulama wafat, kira-kira apa saja yang mereka tinggalkan? Sebenarnya ada banyak, tapi yang sangat pokok mungkin ada dua, yakni :
Pertama, Kitab
Ada kitab yang ditulis sendiri oleh ulama bersangkutan, ada juga kitab yang ditulis oleh para santrinya. Bisa berisi uraian ilmu, pengalaman spiritual, pergulatan pemikiran, untaian nasehat dan wasiat hingga perjalanan hidup dan manifesto perjuangan. Misalnya, ada Imam Malik dengan kitab Al Muwaththa, Imam Syafi’i dengan kitab Ar Risalah dan Al Umm, Imam Nawawi dengan kitab Al Adzkar dan Riyadhus Shalihin, Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dengan kitab Fathul Bari dan Bulughul Maram, termasuk juga Hujjatul Islam Syaikh Al Ghazali dengan kitab Ihya Ulumuddin. Hm, daftarnya masih sangat panjang kalau mau diteruskan.
Dengan kitab-kitab tersebut, keberadaan mereka menjadi abadi hingga akhir zaman. Setiap generasi muslim akan mengambil manfaat dari kitabnya, mempelajari isinya, mempedomani ajarannya, mendoakan kebaikan bagi penulisnya dll. Alhasil, kitab yang ditinggalkan menjadi “penyambung amal” yang akan terus mengalirkan pahala hingga kiamat. Mereka pun menjadi guru bagi setiap generasi muslim, tak peduli terpaut jarak hingga ribuan tahun sesudahnya.
Kedua, Santri
Ada santri yang mengambil ilmu darinya secara langsung, adapula santri yang mengambil ilmu dari murid-murid di bawahnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah meninggalkan Ibnu Katsir, Ibnu Rajab dan Ibnul Qayyim Al Jauziyah. Imam Syafi’i yang menjadi peletak dasar ilmu ushul fiqh menjadi “guru besar” bagi para ahli fiqih dari generasi ke generasi. Ada yang menjadi penerus mazhabnya seperti Al Muzanni, ada yang mendirikan mazhab sendiri seperti Imam Ahmad bin Hanbal, ada yang mengembangkan dan membuat beberapa pendapat yang berbeda seperti Imam Nawawi.
Para santri ini adalah mata rantai sanad keilmuan. Mereka menerima, mengembangkan, mengajarkan dan menyebarluaskan ilmu-ilmu yang didapat dari guru mereka. Masing-masing madrasah ilmu boleh jadi memiliki corak dan karakter yang berbeda. Namun sepanjang sanadnya memang benar-benar sampai kepada nabi, maka hal itu tidak mengapa. Karena terkadang, perbedaan itu diajarkan sendiri oleh nabi. Seperti pada kasus doa iftitah, bacaan shalawat hingga bacaan Al Qur’an. Di titik ini, kita harus berlapang dada atas perbedaan yang memiliki dasar dan pijakan.
Khatimah
Sekarang, mari kita merenung dengan hati yang jernih “Perkara seperti apa yang akan kita tinggalkan dan wariskan bagi generasi penerus?”. Berupayalah agar kita bisa meninggalkan jejak-jejak kebaikan dan perkara yang bermanfaat. Karena apa yang akan kita tinggalkan, bisajadi memiliki konsekuensi hingga kiamat kelak. Betapa beruntungnya jika jejak yang kita tinggalkan membuahkan pahala, namun betapa malangnya jika perkara yang kita wariskan membuahkan dosa. Innaa nahnu nuhyil mauta wanaktubu maa qaddamu wa aatsaarahum, wa kulla syai-in ahshainaahu fii imaamim mubiin.
Eko Jun