Monumen Cinta Umat Islam

609

Para sahabat sangat cinta kepada Rasulullah SAW. Ada banyak ekspresi atas cinta mereka, mulai dengan tabaruk atas nabi, untaian shalawat kepada nabi hingga mengunjungi tempat-tempat yang sering dikunjungi Nabi. Mereka mengunjungi Masjid Nabawi hingga berziarah ke makam Nabi. Bahkan adapula para sahabat yang senang berjalan-jalan di Madinah, dengan maksud agar tapak kakinya bisa melangkah di atas tanah yang dahulu pernah ditapaki oleh kaki Nabi.

Proses imitasi dan identifikasi terhadap Nabi yang paling tinggi tingkatannya, mungkin dilakukan oleh Abdullah bin Umar ra. Pernah sekali disinggung Nabi tentang amal shalat malam, maka beliau melakukannya menjadi amalan pada setiap malamnya. Beliau masuk ke dalam Ka’bah untuk shalat didalamnya, persis dimana Rasulullah SAW pernah shalat di dalam Ka’bah saat Fathu Makkah. Beliau wukuf di ‘Arafah, tepat di titik Rasulullah SAW pernah wukuf di atasnya. Beliau bahkan sering singgah ke tempat-tempat yang pernah disinggahi oleh Rasulullah SAW.

Selain para sahabat yang sangat mencintai Rasulullah SAW, ternyata banyak pula makhluk lain yang juga mencintai Rasulullah SAW. Ada pohon kurma yang menangis saat Rasulullah SAW tidak lagi bersandar padanya ketika khutbah. Termasuk, ada juga sebuah bukit yang mencintai Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW pun mencintainya. Tidak lain, tidak bukan adalah bukit Uhud. Meski kenangan yang tergores pada bukit Uhud lebih banyak tragedi (perang Uhud), tapi Rasulullah SAW secara jelas berkata “Hadza Uhud, wahuwa jabalun yuhibbunaa, wa nuhibbahu”.

Monumen Cinta

Presiden Soekarno memang dikenal senang membuat proyek-proyek mercusuar. Sebuah proyek yang berskala besar untuk membangkitkan harga diri banga Indonesia sebagai bangsa besar. Kita mengenal Masjid Istiqlal, Stadion Gelora Bung Karno, Sarinah Plaza, Istana Olah Raga dan tentu saja Monumen Nasional yang lebih dikenal dengan sebuat Monas. Sebuah monumen yang pada awalnya dimaksudkan untuk menyaingi Menara Eiffel milik Perancis.

Umat Islam tentu saja lebih akrab dengan Masjid Istiqlal, ketimbang Monas. Jika Monas didatangi sepekan sekali, maka Masjid Istiqlal didatangi lima kali sehari. Bagaimana mungkin mereka tidak cinta kepada Masjid Istiqlal, sedangkan Rasulullah SAW saja bersabda “Ahabbul bilaadi ilallaah, masaajiduhaa”. Sedangkan Monas lebih lekat sebagai monumen milik kaum nasionalis ketimbang tempat yang bernuansa religi.

Namun, Aksi 212 sedikit banyak mengubah persepsi kita tentang Monas. Di sanalah kaum muslimin Indonesia melakukan apel akbar berupa Aksi Bela Islam gelombang ketiga. Dengan jumlah massa lebih dari 7 juta jiwa. Sejarah ke-Indonesia-an era modern akan mencatat peristiwa ini dengan tinta emas. Demikian pula halnya dengan sejarah pergerakan umat Islam di bumi nusantara, akan menandai kalender 2 Desember 2016 sebagai tonggak persatuan umat Islam.

Kelak, kita akan berbicara kepada anak cucu kita “Nak, dibumi Fatahillah, ada sebuah monumen yang mencintai kita dan kita pun mencintainya. Hadza Monas”

Eko Jun

Comments

comments