Beberapa hari ini sedang dihebohkan berita di media sosial tentang banyaknya anak berusia dini sedang melakukan terapi cuci darah di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Terapi cuci darah atau dialisis tidak hanya ditemukan pada usia dewasa, tetapi juga anak-anak. Adanya kelainan bawaan menjadi penyebab terbesar terjadinya gangguan ginjal kronis pada anak yang akhirnya membutuhkan terapi cuci darah.
Sementara ini belum ada data nasional tentang kejadian gangguan ginjal kronis pada anak. Namun, mengutip data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 2017, setidaknya ada 212 anak di 14 rumah sakit pendidikan dengan konsultan nefrologi anak yang mengalami gagal ginjal dan menjalani terapi pengganti ginjal.
Angka kematian anak-anak dengan gagal ginjal tersebut mencapai 23,6 persen. Risiko kematian pada anak dengan gangguan ginjal kronis stadium akhir (gagal ginjal) 30 kali kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak pada populasi umum.
Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, gaya hidup modern perlu diperhatikan oleh orangtua. Dikarenakan gaya hidup modern turut meningkatkan risiko gangguan ginjal kronis pada anak.
Anak-anak diharapkan bisa meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga. Konsumsi air putih juga harus diperhatikan agar anak tetap terhidrasi. Asupan air putih yang kurang berpengaruh pula pada kondisi kesehatan ginjal.
Penulis: @deonisiaarlinta