Seorang Nabi Nuh as pastilah kokoh imannya. Teguh akidahnya. Teramat khusyuk ibadah dan doanya. Sangat mencintai istri dan anak-anaknya. Namun, itu semua tak lantas otomatis tersemainya iman ke dalam jiwa putranya, Kan’an. Sejatinya, ini pelajaran berharga bagi orang berakal.
Tak seperti harta yang bisa langsung terwariskan, perlu kesungguhan untuk tanamkan iman pada anak-anak kita. Perlu konsistensi untuk terus menyemai, menanam, menyiram, memupuk, dan merawatnya. Tapi, inilah FONDASINYA. Inilah AKARNYA. Teralpa menanamkan iman, tiada guna setinggi apapun kecerdasan.
Dan, iman itu bukan tentang kecerdasan. Berapa banyak orang yang ilmu agamanya mendalam dan fasih Bahasa Arabnya, namun iman tak terhias dalam jiwanya. Karena berbeda orang yang beriman dengan yang mengetahui saja ilmu tentang iman. Berapa banyak orang yang faham nash syariat dengan cemerlang, namun justru menjadi penentang paling lantang. Berapa banyak orang yang banyak sekali hafalan Al-Qur’an, namun sikap beragamanya plin plan.
Ini tentang IMAN. Iman itu tentang keyakinan dan rasa. Keyakinan yang tertanam dan mengakar kuat dalam kalbu dan jiwa. Keyakinan yang berbuah ketundukkan kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Keyakinan yang berbuah semangat, daya dorong, pengorbanan untuk agama dan kemaslahatan sesama.
Imanlah yang menjadi motor penggeraknya. Imanlah yang menjadikan Sayidina Abu Bakar ra melaburkan jiwa dan seluruh hartanya untuk dakwah Islam. Imanlah yang memotivasi Mush’ab bin Umair tinggalkan kemewahan keluarga menuju kesederhanaan dan temui syahidnya di medan Uhud. Imanlah yang menggelorakan jihad pasukan Badar berani. Imanlah yang mendorong Anshar utamakan Muhajirin meski mereka membutuhkan.
Kekuatan imanlah yang membuat Syaikh Ahmad Yasin mampu kobarkan intifadha meski terduduk lumpuh. Kekuatan imanlah yang membuat Jenderal Sudirman mampu gerakkan TKR untuk gerilya meski tubuh ringkih. Ala kulli hal, hal-hal besar, hebat, dahsyat hanya bisa dilakukan oleh anak-anak kita bila IMAN telah tertanam kuat dalam hati mereka.
Tentang iman inilah yang membuat Nabi Yaqub as risau dipenghujung usianya. “Nak, apakah yang kalian sembah sepeninggalku?” (QS. Al-Baqarah: 133).
Dalam konteks kekinian, memang anak-anak kita tak sembah berhala. Namun, berapa banyak anak remaja kita yang hobi dan percayai ramalan bintang. Berapa banyak anak remaja kita yang tak shalat Subuh karena begadang semalaman.
Ah, kita patut merenung, “Adakah iman tertanam pada jiwa anak-anak kita?”
Kak Syaf