Fenomena Generasi Sandwich, Budaya Timur, dan Kearifan Islam

15

Oleh: Harjanti Suheri.
(Peserta Apresiasi Narasi PGC Foundation).

Istilah Generasi Sandwich diciptakan pada tahun 1981 oleh Dorothy Miller, seorang profesor dari Universitas Kentucky dan seorang pekerja sosial (Diller, 2012; Pratiwi, 2021). Awalnya, ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan wanita yang berusia 30 – 40 tahun dan situasinya seperti terjepit di antara pasangan, anak-anak, orang tua, dan majikan.

Namun, saat ini demografi telah berubah dan istilah sandwich generation juga digunakan untuk pria dan wanita yang merasakan keadaan “terjepit” tersebut (Diller, 2012). Situasi ini seringkali menimbulkan tekanan finansial dan emosional yang signifikan bagi individu yang terlibat.

Jika dilihat dari definisinya, menurut Cambridge dictionary (2022), sandwich generation adalah sebuah sebutan yang digunakan untuk sekelompok orang yang memiliki orang tua yang sudah berumur dan anak-anak, sehingga mereka harus merawat anak-anak dan orang tua mereka.

Dalam budaya Barat nilai individualisme lebih dominan. Di sana anak-anak diharapkan menjadi mandiri setelah dewasa. Tanggung jawab merawat orang tua sering dilihat sebagai pilihan pribadi, bukan kewajiban mutlak. Sebaliknya, di budaya Timur, tanggung jawab ini adalah bagian tak terpisahkan dari identitas keluarga. Yang terasa mengusik nurani dari penggambaran generasi sandwich adalah keadaan “terjepit”, keadaan terpaksa ketika merawat orang tua yang sudah berumur dan anak- anak, yang menyita tenaga dalam mencukupi kebutuhan hidupnya.

Banyak kisah memilukan bagaimana perlakuan generasi ini terhadap orang tua dan anak-anaknya. Ada yang sengaja dibuang tanpa belas kasihan dan rasa tanggung jawab, ada yang ditinggal begitu saja tanpa pengalihan tanggung jawab perawatannya, bahkan hilang akal sampai tega membunuhnya. Ada yang sedikit lebih “baik” dengan menitipkannya di lembaga atau orang tertentu agar tidak merepotkan merawat mereka.

Di antara budaya timur ada ajaran menarik yang tersebar luas di Tiongkok, Jepang, Korea, dan negara-negara Asia Timur lainnya. Itu adalah ajaran Konfusianisme. Di dalamnya ada konsep filial piety atau bakti anak (xiao) yang merupakan inti dari etika Konfusianisme. Konfusius mengajarkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah akar dari semua kebajikan. Mereka mengajarkan rasa hormat, dukungan emosional, spiritual, merawat saat sakit, tua, dan menghormati leluhur atau pendahulu mereka.

Islam menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua yang dikenal dengan istilah Birrul Walidain. Dalam Al-Qur’an, surat Al-Isra ayat 23 – 24 Allah SWT berfirman agar kita tidak berkata ah kepada orang tua bahkan harus mengucapkan kata-kata yang mulia dan penuh kasih sayang. Perintah ini tidak hanya mencakup ketaatan, tetapi juga kewajiban untuk merawat dan menanggung kebutuhan mereka di masa tua. Lebih tegas lagi Allah menunjukkan Power Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 31, yang berbunyi: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan menanggung rezeki mereka dan juga (rezeki) bagimu”. Ayat ini menekankan bahwa Allah yang akan memberikan rezeki kepada anak dan orang tua sehingga tidak ada alasan untuk takut miskin dan membahayakan mereka.

Kearifan Islam mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam hidup. Berbuat baik berdampingan dengan memperhatikan hak atas dirinya sendiri. Ada hak untuk istirahat, berkembang, dan menjalani kehidupan yang seimbang. Berbuat baik tidak melebihi kemampuan diri. Generasi sandwich dapat mencari cara untuk berbagi beban dengan saudara atau anggota keluarga lainnya atau mencari solusi yang tidak merugikan diri sendiri secara fisik dan mental.

Pada tingkat keluarga perlu adanya kolaborasi dan komunikasi. Keluarga dapat duduk bersama dan mendiskusikan bagaimana cara terbaik untuk mengurus orang tua dan anak-anak. Eksplorasi komunitas Lansia, atau pengasuh profesional, jika memungkinkan secara finansial bisa dicoba.

Solusi di tingkat masyarakat dengan pendekatan gotong royong. Beberapa komunitas Muslim ada tradisi saling membantu antar keluarga, misalnya dalam hal pengasuhan anak atau merawat orang sakit. Hal ini dapat dikembangkan untuk memberikan dukungan membuat program yang membantu keluarga dalam finansial atau bantuan fisik. Inilah yang disebut semangat Ta’awun (tolong-menolong) yang diajarkan dalam Islam.

Dengan demikian masalah yang dihadapi oleh Generasi Sandwich bisa dicarikan solusinya.

#Narasiuntuksivilisasi

Comments

comments