Siapakah Dian Al-Mahri Pemilik Masjid Kubah Mas Depok?

Oleh: Faatima Seven

Setiap kali lewat Mesjid Kubah Emas, yang paling menggelitik rasa penasaranku adalah siapakah Dian Al Mahri? Sudah bertahun-tahun kepenasarananku itu tak pernah terjawab. Aku pernah beberapa kali mengontak sekretariat Mesjid Kubah Emas dan ‘panitia-panitia’ lain yang kemungkinan bisa menghubungkanku pada sosok itu untuk sebuah wawancara, tetapi semuanya nihil.

Dia layaknya sosok misterius, mistis dan mungkin juga fiktif. Bagiku, segala sesuatu cuma ‘konon’ dan fiktif kalau tak pernah disaksikan oleh mata kepala sendiri walaupun prinsip keislaman dan keimanan terlepas sama sekali dari ‘seeing is believing’. Tetapi karena sosok Dian Al Mahri bukan salah satu Rukun Islam ataupun Rukun Iman, maka aku merasa butuh melihat sosok itu dengan mata telanjang, mata kasat dan mata kepala sendiri.

Pernah, suatu kali ketika aku masuk ke kompleks Mesjid Kubah Emas, aku bertanya pada salah satu personil pengelola, “Bisakah saya bertemu dengan Ibu Dian Al Mahri? Saya sangat tertarik untuk membuat tulisan tentang beliau…” “Tak bisa,” pendek sekali jawabannya. “Di mana beliau tinggal?” tanyaku lagi. “Di rumahnya, rumah yang besar itu depan masjid.”

Baca juga  Dian Al-Mahri, Pendiri Masjid Kubah Mas Depok Tutup Usia

Ketika aku berdiri di depan gerbang ‘istana’ Dian Al Mahri itu… aku kehilangan kata-kata. Benakku saja yang cas cis cus berkomentar. Gilaaa… desisku. Rumah megah dan besar itu sangat ‘unfriendly’. Nyali ‘usil’ku lebih berani menerobos barikade pengawal presiden dan lompat pagar Istana Merdeka daripada coba-coba menerobos istana megahnya Dian Al Mahri. Entah kenapa. Tetapi ada sebuah rasa yang tak bertemu. Sebuah dunia yang berdimensi beda.

Pagarnya beton tinggi layaknya benteng kokoh. Itu adalah wujud fisiknya. Wujud mistisnya adalah ada terasa lapisan energi pengaman yang sangat kuat sehingga siapapun mungkin tak pernah terpikir untuk melintasinya ataupun masuk ke dalamnya. Kesan ini sangat berbeda pula dengan aura Istana Bogor yang justru sangat alami dan ‘welcoming’. Masyarakat bisa masuk ke komplek Kebun Raya Bogor dan menikmati seluruh keindahan peninggalan Kerajaan Padjadjaran itu dengan riang dan tenang. Bahkan bisa memandangi secara puas bangunan Istana tanpa jiwa merasa terancam.

Dan perasaan itu takkan bisa terasa ketika kita berdiri di depan istana Dian Al Mahri. Anyway bolehlah aku mungkin tak berjodoh bertemu dan wawancara dengannya. Tetapi sampai saat ini, aku pun tak juga menemukan satupun data atau berita yang pernah wawancara dengannya. Mbah Google sampai nyerah kalah. Apa Wartawan ataupun Penulis lain tak pernah sepenasaran aku atau bagaimana? Weird !

Baca juga  Dian Al-Mahri, Pendiri Masjid Kubah Mas Depok Tutup Usia

Sambil kepenasaranku belum terjawab sempurna, alih-alih aku malah mendengar desas-desus dari ‘dunia tetangga’ bahwa konon Mesjid Kubah Emas itu muncul secara tiba-tiba. Tak satupun masyarakat yang ada di sekitar Meruyung tahu, kapan mesjid itu dibangun walaupun dalam data-data tertulisnya yang digembar-gemborkan, mesjid dibangun sejak tahun 2001 dan diresmikan pembukaannya tahun 2006. Tetapi mereka, masyarakat Meruyung pun tak tahu siapa yang mengerjakannya. Masyarakat Meruyung betul-betul ‘haven’t been updated’ khusus tentang pembangunan Mesjid Kubah Emas.

Otherwise, masih menurut sumber dari dunia tetangga nih, perihal ketidaktahuan masyarakat Meruyung memang sangat masuk akal karena para pekerja yang mengerjakan Mesjid Kubah Emas adalah pekerja dari golongan yang sama dengan yang mengerjakan Candi Borobudur dan Candi Loro Jonggrang. Wallahu’alam.

Baca juga  Dian Al-Mahri, Pendiri Masjid Kubah Mas Depok Tutup Usia

Sambil menulis ini saya masih tetap mencari data seputar Dian Al Mahri. Konon beliau dari Banten, tetapi aku sendiri dari Banten dan berusaha bertanya para tokoh Banten kalo mereka memang pernah kenal ataupun mendengar namanya. Nobody satisfied my curiosity. Hope this curiosity’s not gonna kill me one day.

Tetapi secara pribadi aku suka Mesjid Kubah Emas karena bangunan itu memang indah, unik dan dalam
jangkauan mata dan kakiku. Tak seperti menara Eiffel ataupun Pisa miring, butuh puluhan juta untuk memotret diri dengan latarbelakang mereka. Dan aku juga suka Kubah Emas daripada mal-mal super megah yang marak di bangun di JaBoDeTaBek yang semakin mengubah dan membentuk masyarakat menjadi manusia konsumtif.

Pokoke, generally… aku suka bangunan itu ada di wilayah Meruyung walaupun setiap akhir pekan dan musim liburan, lalu lintas Meruyung betul-betul menyebalkan. Macet merayap dengan bus-bus besar menutup jalan. What can I say. Just enjoyed it. (*)

Comments

comments