Hari ini (19/4) Warga Jakarta melaksanakan Pilkada putaran kedua. Perhelatan Pilkada Jakarta kali ini memang benar – benar menguras energi anak bangsa secara keseluruhan. Melalui hasil Quick Count, semua lembaga survei menempatkan paslon nomor 3, atas nama Anies – Sandi. Sekian lama berjuang, tenaga pikiran emosi dan dana terkuras, akhirnya kemenangan berhasil diraih. Apa yang akan kita lakukan? Mari kita lihat bagaimana jika orang sholeh meraih kemenangan.
Pertama, Memuji Allah
Dia sadar sepenuhnya bahwa perjuangannya bukanlah sebab utama datangnya kemenangan, sebagaimana dia sadar bahwa amal sholehnya tidak akan mampu mengantarkannya ke surga. Semua terjadi karena rahmat dan karunia-Nya. Poin utamanya adalah menisbatkan sebab kemenangan sebagai anugerah dari Allah, bukan karna hasil keringatnya.
Setelah Dzulqornain berhasil membangun tembok besar yang memisahkan umat manusia dari Ya’juj dan Ma’juj, dia berkata “Hadza rohmatun min rabbi”. Tembok yang dibangun berasal dari besi dan tembaga, tingginya mencapai gunung. Terbayang betapa dia harus menguras pikiran dan tenaganya. Namun, dia menisbatkan keberhasilannya sebagai rahmat dari Allah. Jauh sekali dari sikap angkuh dan besar kepala. Hal ini berkebalikan dengan pemimpin zaman sekarang, yang terkadang menisbatkan keberhasilan orang lain sebagai hasil kerjanya.
Hal yang sama terjadi pada Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman adalah raja yang dikaruniai kerajaan yang sangat luas. Bukan hanya memimpin manusia, tetapi juga jin dan binatang. Akan tetapi pada saat punggawa kerajaannya unjuk kebolehan, dia tidak besar kepala. Ucapannya adalah “Hadza min fadhli robbi”.
Tim sukses dan relawan yang militan, analis dan konsultan politik yang handal serta adanya penasehat spiritual hanyalah sarana untuk menjemput sebab kemenangan. Namun kemenangan tetaplah anugrah dari Allah. Kita mendapatkan pelajaran berharga tentang sikap berbangga diri yang berujung bencana, yaitu sikap Iblis laknatullah dan sikap Qorun.
Kedua, Bersikap Tawadhu
Tak ada orang sholeh yang membusungkan dada setelah meraih kemenangan. Justru yang ada malah membungkukkan badan dan/atau bahkan bersujud. Tawadhu’ adalah cermin syukur kepada Allah, sekaligus wujud penghormatan kepada orang – orang yang membantu perjuangannya. Betul, dibalik kemenangan seorang pemimpin, ada banyak cerita sedih pengorbanan orang kecil. Jika belum bisa membalas pengorbanan mereka, setidaknya berilah penghargaan atas kerja kerasnya.
Bersukaria atas kemenangan boleh saja, namun harus dilakukan dengan cara yang benar dan jangan berlebihan. Jangan merasa sebagai orang yang paling berjasa, karena hanya menimbulkan iri dengki sesama rekan perjuangannya. Jangan merendahkan lawan yang telah dikalahkan, sehingga api permusuhan bisa segera dipadamkan. Hargai dan berterima kasihlah kepada mereka yang berkeringat, meski kita mungkin tidak mengenalnya.
Diantara perwujudan sikap tawadhu’ adalah dengan berjalan secara wajar tanpa perlu membusungkan dada. Saat Fat-hu Makkah, rasulullah naik unta bahkan dengan menunduk seraya bertasbih dan memuji Allah. Begitulah cara khas orang – orang sholeh meng ekspresikan kegembiraan atas kemenangan. Sikap tawadhu’ setelah meraih kemenangan hanya bisa dilakukan oleh hati yang ihlas dalam berjuang. Sedangkan sikap berlebihan, baik saat menang maupun kalah adalah ekspresi jiwa yang labil. Pemenang yang bersikap tawadhu justru semakin tinggi kedudukannya.
Ketiga, Memberi Maaf
Politik bumi hangus, politik balas dendam sampai politik pertumpahan darah adalah pola umum para diktator saat meraih kemenangan. Konon, Jenggis Khan jika meninggalkan daerah yang ditaklukkan, selalu dalam kondisi banjir darah. Memberi maaf adalah cara menaklukkan hati yang paling kuat, memudahkan rekonsiliasi sosial sekaligus mengubah kemenangan kelompok menjadi kemenangan bersama.
Kondisi Makkah tetaplah terhormat pada saat Fat-hu Makkah. Tidak ada rumah yang dirusak, tidak ada banjir darah dan bahkan tidak ada celaan kepada orang – orang Quraisy yang dahulu memusuhi & memeranginya. Apa yang diucapkan rasulullah sama seperti ucapannya Nabi Yusuf kepada saudara – saudaranya “Laa tasriba ‘alaikumul yaum, Yaghfirullohu lakum, Wa huwa arhamur raahimiin”.
Nelson Mandela mungkin layak juga diteladani. Dipenjara lebih dari 20 tahun oleh rezim Apartheid, dengan segala siksaan dan penghinaan selama didalamnya. Namun, setelah dibebaskan dia lebih memilih untuk memberi maaf kepada semua musuh politiknya, sehingga Afrika Selatan relatif mudah dalam melakukan rekonsiliasi dan asimilasi sosial.
Sulit dipungkiri bahwa terjadi polarisasi yang sangat akut diantara komponen anak bangsa. Program rekonsiliasi mutlak harus dilakukan, untuk memulihkan jalinan sosial yang terlanjur terkoyak. Dan hal tersebut paling baik jika diinisiasi oleh pihak yang menang. Selamat kami haturkan kepada paslon Anis – Sandi. Selamat mewujudkan impian besar untuk menjadikan Jakarta “Maju kotanya, Bahagia warganya”.
Eko Jun