Oleh: Adi Angga Sukmana, Mahasiswa STEI SEBI Depok
Pemberdayaan Masyarakat
Pembangunan menurut paradigma moderniaasi lebih mengutamakan pertumbuhan dari pada pemerataan, dan kecenderungan mengutamakan pertumbuhan dibanding pemerataan itu masih menjadi pilihan sampai sekarang, maka di satu sisi pembangunan memang berbasil membuahkan pertumbuhan yang tinggi. Tetapi di pihak lain kebijakan pembangunan yang nengutamakan pertumbuban tersebut ternyata melahirkan kesenjangan-kesenjangan: kesenjangan kaya dan miskin, kesenjangan pembangunan daerah, perkotaan dan pedesaan, kesenjangan perkembangan sektor formal dan sektor informal, dan sebagainya. Dari sinilah sesungguhnya berakar berbagai isu pembangunan ekonomi yang kemudian melahirkan wacana pengembangan masyarakat.
Pengertian yang dikemukakan oleh kalangan praktisi menyatakan pemberdayaan masyarakat adalah proses belajar dan pencerahan masyarakat yang terus-menerus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup, harkat dan martabat lewat kegiatan emansipasidan perencanaan sosial yang terencana, terarah, dan terkendalai secara berurutan. (M. Habib Chirzin, 1995)
Dari pengertian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, pemberdayaan masyarakat tidak hanya sekedar membantu masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah yang di hadapi. Lebih dari itu, pemberdayaan masyarakat dimaksudkan terutama sebagai usaha untuk membangun kemandirian masyarakat. Kemandirian dalam konteks ini mempunyai makna bahwa masyarakat mampu mengupayakan sendiri kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring atas kehidupan mereka, sehingga mereka mampu mengatasi permasalah secara mandiri. Singkatnya, pengembangan masyarakat adalah membangun kemandirian masyarakat agar mereka terbebas dari kemiskinan, keterbelakangan, dsb.
Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin dilaksanakan tanpa keterlibatan dari masyarakat itu sendiri. Partisipasi bukan sekedar kehadiran mereka untuk mengikuti suatu kegiatan, melainkan dipahami sebagai kontribusi mereka dalam suatu program kerja pengembangan masyarakat. Asumsinya, bahwa masyarakatlah yang paling mengetahui kebutuhan dan permasalah yang mereka hadapi.
Problematika Program Pemberdayaan Masyarakat
Model pemberdayaan masyarakat yang dilakkan oleh pemerintah umum antara lain, bisa dilihat dari program-program yang bermatra usaha ekonomi produktif berskala mikro, seperti kelompok atau warga binaan dilatih atau diberi modal agar dapat membuka koperasi, atau biasanya pemberian kambing kepada kelompok miskin untuk dikelola secara kelompok.
Tidak ada yang salah dengan model seperti itu. Hanya saja, pendekatan pemberdayaan masyarakat seperti tersebut diatas kurang efektif, dan pula tidak akan berkelanjutan. Kalau diibaratkan pemancing ikan, sekalipun kita sudah memberi mereka alat pancing dan ikannya sekaligus itu belum cukup, sebelum kita dampingi juga ke kolam, sungai, atau laut. Maka dari itu dalam upaya-upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya pendampingan, agar program pemberdayaan tersbut memiliki kebermanfaatan yang berkelanjutan dan bukan manfaat yang diterima sesaat, ini juga termasuk pembangunan mental bekerja, bukan mental meminta-minta.
Masalah lainnya dalam program pemberdayaan masyarakat yaitu pada target sasaran, biasanya target pemberdayaan masyarakat yaitu: pertama, cenderung banyak di laksanakan di wilayah perkotaan. Sementara itu daerah-daerah perdesaan seringkali terabaikan. Kedua, lebih banyak dilakukan di wilayah-wilayah yang dekat dengan jalan utama. Daerah-daerah terpencil yang jauh dari jalan raya kurang menarik perhatian karena sulit dijangkau dan kurang terekpose media massa. Ketiga, program pemberdayaan biasanya hanya terfokus pada penguatan modal finansial (kredit mikro, simpan pinjam). Bukan pada edukasi masyarakat, yang ini bisa mengakibatkan KKN. (Edi Suharto, 2004)
Sosok Mahasiswa Dalam Pemberdayaan Ekonomi
Peran strategis mahasiswa sebagai salah satu lapisan masyarakat yang dekat dan bisa menyentuh langsung berbagai lapisan masyarakat baik itu lapisan kelas atas, pihak berwenang maupun masyarakat bawah. Salah satu kelebihan mahasiswa dibanding kelompok masyarakat lain adalah mereka memiliki kemampuan menganalisis realitas sosial. Kekuatan intelektual dan nuraninya cenderung telah menginspirasi tumbuhnya tanggungjawab dan kepekaan sosial, yaitu sebagai pembela kaum tertindas.
Tidak semua mahasiswa mempunyai kecenderungan untuk terjun di dunia sosial pemberdayaan masyarakat. Sebagian memilih menekuni dunia intelektual murni, seminar, diskusi baca buku, dan sejenisnya. Sebagian yang lain menekuni seni budaya misalnya dengan aktif di kelompok teater, group musik, drama, dan kegiatan olahraga. Dan sebagian kecil lainnya memilih menjadi aktivis gerakan mahasiswa. Salah satu karakter kelompok terakhir adalah selalu gelisah melihat fenomena sosial-politik-ekonomi yang timpang, seperti kemiskinan, ketidakadilan, penggusuran, tindak kekerasan, dan diskriminasi terutama yang menimpa kelompok masyarakat bawah dan juga korupsi yang menggurita.
Pemberdayaan Masyarakat Indonesia
Peran mahasiswa dalam pemberdayaan masyarakat Indonesia adalah: pertama, menjadi penyumbang gagasan yang progresif bagi kepentingan pembangunan di wilayah pemikiran. Hal ini dapat dilakukan dengan berdiskusi, sharing wacana, menulis di koran, pelatihan dan penelitian; kedua, sebagai aktor pendamping rakyat di wilayah pergerakan, misalnya melakukan pendekatan kepada pemegang kebijakan, dengar pendapat dengan dewan legislatif, dan demonstrasi; ketiga, memberikan advokasi kepentingan masyarakat luas di mata negara/penguasa, seperti nasib petani, buruh, nelayan, kaum miskin juga nasib kaum marginal termasuk pesantren. (Ruchman Basori, 2011)
Ketiga peran tersebut menurut penulis sendiri masih abstrak dan bersifat makro. Namun, secara substansial, mahasiswa perlu melakukan upaya konkrit yang dimulai dari lingkup lokal tapi efektif dan efisien. Mahasiswa sebagai elemen penting masyarakat dalam pembangunan daerah, sudah seharusnya memaknai dan mewarnai setiap kebijakan pembangunan daerah. Disinilah pentingnya pemuda memposisikan diri dan mengambil peran-peran strategis dalam pembangunan daerah saat ini dan bukan lagi menjadi pihak yang berpangku tangan menunggu inisiasi dari pemerintah untuk bersama-sama berperan mengisi pembangunan daerah.
Penutup
Sejalan dengan semangat desentralisasi, dengan berlakunya program otonomi daerah dan wewenang yang lebih luas kepada pemerintah daerah, membuka kesempatan bagi setiap masyarakat mengisi pembangunan daerah. Seharusnya setiap kebijakan yang berkaitan dengan pemberdayaan melibatkan partisipasi masyarakat. Dengan asumsi, bahwa masyarakatlah yang paling mengetahui kebutuhan dan permasalah yang mereka hadapi. Dengan harapan setiap kebijakan bisa tepat guna dan tepat sasaran.
Peran mahasiswa disini tentu saja tidak bisa melakukan pemberdayaan seorang diri, semua steakholder harus bekerjasama dan bersinergi secara solid, sistimatis dan terencana baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, ulama, perguruan tinggi, pengusaha, organisasi masyarkat dan seluruh pihak terkait di lingkungan masyarakat turut mendukung. Namun setidaknya mahasiswa bisa menjadi motor penggerak. Jika para mahasiswa mampu memerankan dirinya sebagai aktor utama pengembangan di masing-masing lingkungan masyarakat. Wallahu A’lam Bishawab
Referensi
Edi Suharto, (2004) “Kebijakan Sosial dan Pengembangan Masyarakat: Perspektif Pekerjaan Sosial”, http://www.policy.hu/suharto/Habib Chirzin, (1995) “Pengembangan Masyarakat: Suatu Upaya Pencerahan Sosial”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm.40.
Ruchman Basori, (2011) “Mahasiswa Dan Agenda Pemberdayaan Masyarakat”, ttp://www.pondokpesantren.net/ponpren/