Masa Depan Zakat di Indonesia

Zakat adalah salah satu instrumen keuangan publik Islam yang dari dulu hingga sekarang menjadi solusi dalam mengentaskan kemiskinan. Diantara Fay, Khums serta pendapatan Negara Islam lainnya, zakat menjadi pendapatan yang paling spesial baik dalam penanganan atau pendsitribusiannya. Penghimpunan dana zakat tidak bisa digabungkan dengan pendapatan lainnya dan pendistribusiannya harus sesuai dengan golongan yang telah Allah SWT tetapkan di dalam Al-Qur’an yang artinya :

“ Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah . . . .  ”

(QS: At-Taubah : 60)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah hanya memberikan zakat kepada golongan tersebut, jadi lebih terikat dibandingkan dengan sumber-sumber yang lain. Salah satu yang menjadi golongan penerima zakat adalah kalangan fakir dan miskin. Inilah kemuliaan Islam yakni memerhatikan orang-orang yang tingkat kesejahteraannya masih di bawah rata-rata. Menurut Dr. Yusuf Qradhawi tujuan zakat bukanlah memberikan satu atau dua dirham untuk orang fakir dan miskin, melainkan memberikan tingkat hidup yang layak. Layak untuk dia sebagai manusia yang dimuliakan oleh Allah dan dijadikan khalifah di bumi dan layak sebagai seorang muslim yang masuk dalam agama keadilan dan kebaikan, serta masuk ke dalam umat pilihan yang dibangkitka ndari kalangan manusia.

Di Indonesia sendiri perhatian terhadap orang fakir dan miskin sudah diamanatkan dalam undang-undang. Beberapa kebijakan yang telah ditearapkan seperti Kartu Indonesia Sehat, Kartu Keluarga Sejahtera dan Kartu Indonesia Pintar telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia. Data terbaru menurut Badan Pusat Statistik tentang kemiskinan mengalami kenaikan dan keturunan setiap periodenya.

zakat

Data : Diolah dari Badan Pusat Statistik

Sudah seharusnya kemiskinan diselesaikan, karena ini adalah salah satu masalah dalam sebuah Negara. Tugas berat bagi pemerintah yang baru untuk segera menyelesaikan permasalahan klasik ini. Dalam Islam masalah ini bisa diselesaikan oleh zakat, sebuah aturan yang telah Allah tetapkan untuk mengurangi kesenjangan antara kalangan bawah dan atas.

Di Indonesia, zakat mulai menguat di tahun 1980-an. Beberapa lembaga masyarakat muncul untuk menghimpun dana zakat dari masyarakat. Berbeda dengan Malaysia, di sana  kebangkitan zakat dimulai pemerintah. Kekuatan perzakatan di Indonesia dimulai setelah disahkannya Undang-undang no. 38 Tahun 1999, ini menjadi awal kebangkitan dari perzakatan. Melihat semakin besarnya potensi zakat yang berhasil dikumpulkan dari masyarakat, dengan diterbitkannya Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001. Sejak itu Baznas menjadi salah satu lembaga zakat yang dibentuk oleh pemerintah.

Pengelolaan di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat di bawah pemerintah dan juga lembaga amil zakat yang dikelola oleh masyarakat. Kedua institusi tersebut bekerjasama untuk mewujudkan potensi zakat yang mencapai 217 Triliyun menurut penelitian Baznas dan FEM IPB pada tahun 2011. Untuk ke depannya diharapkan penghimpunan zakat di Indonesia lebih optimal karena adanya dua istitusi yang mengelola zakat.

Menurut DR Yusuf Qardhawi, dalam Islam sendiri kewajiban untuk berzakat sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur serta pemeritah bertanggung jawab mengelolanya dimulai di Madinah. Sedangkan zakat di Mekkah adalah zakat yang tidak ditentukan batas dan besarnya, tetapi diserahkan saja kepada rasa iman, kemurahan hati dan perasaan tanggung jawab.

Maka sudah seharusnya zakat itu dikelola oleh negara, karena melihat dampak serta kekuatan yang dimiliki lebih kuat dibandingkan dengan pihak yang lain. Dalam konteks Indonesia, BAZNAS selaku lembaga zakat yang dimiliki oleh pemerintah belum secara optimal mengumpulkan dana zakat terlihat dari pengumpulan zakat yang baru mencapai 1% dari potensi zakat. Di sisi lain pihak masyarakat yang sudah terlebih dahulu melakukan penghimpunan zakat merasa dicurangi karena peraturan atau undang-undang yang ada berpihak kepada BAZNAS.

Menurut Andi Zulfayani ada beberapa faktor yang menyebabkan penghimpunan zakat di Indonesia kurang optimal diantaranya: kepatuhan membayar zakat yang masih rendah, banyak  muzakki yang menyalurkan sendiri zakatnya, tidak melalui badan/lembaga amil zakat sehingga tidak terdata, belum optimalnya badan/lembaga amil zakat, belum tegasnya sanksi bagi penghindar dan penggelap zakat. Maka harus dilakukan beberapa cara untuk mangatasi itu semua diantaranya :

  1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kewajiban berzakat yang tidak hanya sebatas hubungan kepada Allah melainkan menjaga hubungan baik kepada manusia. Setelah itu membuktikan dengan program yang sudah berhasil, bahwa zakat yang diberikan dapat membantu saudara kita dalam mengatasi kemiskinan.
  2. Lembaga atau Badan Amil Zakat sudah seharusnya memberikan pelayanan dan juga kinerja yang baik agar para muzakki lebih tertarik untuk menyalurkan melalui para amylin. Dan juga memberikan pemahaman bahwa dengan melalui amil, harga diri dari para mustahiq terjaga dan muzakki lebih mudah dalam melakukan penyaluran zakat.
  3. Ditahap berikutnya LAZ atau BAZ harus berbenah diri. Dalam hal ini bisa melakukan sinergi penghimpunan dan penyaluran agar tidak terjadi tumpang tindih. Undang-undang yang selama ini di permasalahkan bisa diselesaikan dengan duduk bersama dan melakukan perubahan atau banding atas undang-undang yang menguntungkan satu pihak. Zakat sudah seharusya di kumpulkan oleh pihak pemerintah namun pemerintah juga bisa memfasilitasi bagi swasta yang terlebih dahulu melakukan penghimpunan.
  4. Karena Indonesia tidak menjadikan Isalm sebagai landasan pemerintahan, maka sangat sulit untuk memberikan sanksi bagi yang tidak berzakat. Namun kebijakan ini bisa dilakukan di masing-masing daerah yang memiliki kewenangan lebih, penekan bisa dilakukan dengan menjadikan zakat sebagai pengurang pajak. Ha ini terlihat bisa lebih efektik melihat hukum yang diterapkan di Indonesia.

 

Kamal Ibrahim, Beasiswa SDM Ekspad SEBI

Comments

comments