Sudahkah sampai kepada Anda cerita tentang Bal’am bin Ba’ura? Jika belum, perkenankanlah saya menceritakannya kepada Anda sebagaimana Al-Quran menyuruhnya.
“Dan BACAKANLAH kepada mereka berita orang yang telah KAMI BERIKAN kepadanya AYAT-AYAT KAMI (PENGETAHUAN TENTANG ISI AL-KITAB), kemudian dia MELEPASKAN DIRI DARI PADA AYAT-AYAT ITU, LALU DIA DIIKUTI OLEH SYAITAN (SAMPAI DIA TERGODA), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (QS Al-A’raf: 175).
Sahabat, ada ratusan kisah dalam Al-Quran, tapi –sependek penelurusan saya- hanya ada enam kisah yang mengadung redaksi perintah kepada Nabi SAW untuk menceritakannya. Empat menggunakan kata “utlu ‘alaihim” (bacakanlah kepada mereka), dan dua lagi dengan “nabbi’hum” (beritakanlah kepada mereka). Ada satu lagi kata “faqshushil qashash” (ceritakan kisah ini), tapi masuk dalam salah satu dari enam kisah di atas.
Apa gerangan yang membuat kisah-tersebut ini harus diceritakan; dibacakan? Tentu karena pentingnya kandungan cerita itu. Saking pentingnya, tidak cukup kita sendiri yang tahu. Kita harus memberi tahukan kepada yang lain. Dan kisah tentang Bal’am bin Ba’ura ini adalah salah satu dari enam kisah itu. Bahkan perintah untuk menceritakannya diulan dua kali: di awal cerita dan di akhir cerita. “Maka CERITAKANLAH (KEPADA MEREKA) KISAH-KISAH ITU agar mereka berfikir.” (QS Al-A’raf: 176).
Bal’am bin Ba’ura adalah seorang cendekiawan Bani Israel. Lidahnya fasih membaca ayat-ayat Allah. Pemahaman dan pengetahuannya luar bisa hebatnya. Dia diberi keistimewaan tahu Nama Allah Yang Teragung (Ismullah Al-A’zam), sehingga dengan itu setiap doanya dapat membuka pintu-pintu langit dan menggetarkan tiang-tiang Ars. Saking luas ilmu Bal’am, tidak ada gelar akademik yang layak disematkan kepadanya. Yang mengalahkan kepakaran Bal’am hanyalah gurunya, Nabi Musa AS.
Tapi ilmu saja tidak cukup. Ilmu tanpa iman seperti pisau di tangan penjahat. Bal’am terpedaya oleh kilauan nafsu dunia. Ilmunya tidak membawanya menjadi orang mulia, tapi justru membawanya ke jurang kenistaan dan kehinaan. Padahal kalau mau, dengan ilmu itu dia bisa mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah dan pandangan manusia. “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya KAMI TINGGIKAN (DERAJAT)NYA DENGAN AYAT-AYAT ITU, TETAPI DIA CENDERUNG KEPADA DUNIA DAN MENURUTKAN HAWA NAFSUNYA YANG RENDAH.”
Anda tahu digunakan untuk apa kelebihan yang diberikan Allah kepada Bal’am? BUKAN UNTUK MENOLONG AGAMANYA, TAPI UNTUK MENOLONG MUSUH MENGHANCURKAN AGAMA MUSA AS, YANG JUGA AGAMANYA. Lidah yang fasih menyitir dalil-dalil itu digunakan untuk mendukung musuh Allah dan mendoakan keburukan bagi Musa AS dan kaumnya.
Ceritanya, Bal’am suatu hari diutus oleh Nabi Musa untuk berdakwah kepada Kaum Kan’an, penduduk asli Palestina zaman dahulu. Saat berdakwah itu, Bal’am dibujuk-rayu dengan kemewahan-kemewahan dunia oleh para penguasa Kan’an.
“Wahai Bal’am, untuk apa kamu berdakwah? Sinilah ikut kami. Kami punya banyak harta. Akan kami berikan harta-harta itu kepadamu jika kamu meninggalkan perintah Musa. Bergabunglah kepada kami untuk melawan Musa.”
Bal’am takluk dengan tawaran itu. Senjata Ismullah Al-A’dzam yang dia miliki berbalik dia gunakan untuk mendoakan keburukan bagi Nabi Musa dan kaumnya.
“Kamu kan punya doa yang terkabul, Bal’am. Doakanlah untuk keburukan Musa agar tidak dapat merangsek ke bumi Palestina.”
Bal’am menyanggupi, tapi Allah tidak tinggal diam. Allah tidak menarik keterkabulan doa Bal’am, tapi menjadikan setiap doa keburukan yang diucapkan Bal’am berubah menjadi kebaikan. Dalam hati Bal’am ingin mendoakan keburukan bagi Musa AS, tapi kalimat-kalimat yang keluar dari lidahnya justru doa-doa kebaikan untuk Musa AS. Allah SWT mengendalikan lidah Bal’am tanpa bisa dia lawan. Selalu saja ketika ingin berdoa keburukan, yang keluar dari mulutnya justru kebaikan.
Tapi Bal’am adalah INTELEK LICIK. Kepandaiannya dia gunakan untuk mencari cara lain agar bisa menghancurkan Bani Israil dan Musa AS. Dan keluarlah satu ide dari pikirannya.
“Godalah Bani Israel dengan sesuatu yang haram. Jerumuskan mereka ke dalamnya. Jika Bani Israel melanggar perkara-perkara haram, maka Allah akan menghancurkan mereka, dan kalian tidak perlu memeranginya.”
“Tapi bagaimana caranya?” tanya para pembesar Kan’an.
“Kebanyakan Bani Israil sekarang adalah para pelarian yang tidak punya istri. Godalah mereka dengan perempuan. Keluarkanlah perempuan-perempuan kalian dan dandani mereka dengan dandanan yang menggairahkan. Bawa mereka ke perkampungan Bani Israil untuk merayu para lelaki di sana.”
Benar saja, berhasillah tipu muslihat Bal’am. Tak lama setelah wanita-wanita Kanan dikelurkan, seorang pembesar Bani Israel –dengan menggandeng seorang wanita- datang kepada Nabi Musa.
“Wahai Musa, kamu pasti akan bilang bahwa wanita ini haram untukku kan?”
“Betul. Memang begitu adanya.”
“Iya, saya tahu. Tapi saya tidak peduli dengan itu.”
Ya Allah………. Lihat sebegitu besar fitnah seorang Bal’am bagi Bani Israil.
Satu orang terkorban, yang lainnya pun ikut-ikutan. Tersebarlah praktik zina yang diharamkan itu di tubuh Bani Israil. Allah SWT pun murka, lalu menurunkan penyakit thaun (semacam virus yang menular) yang membunuh 70 ribu Bani Israil dalam seketika.
******
Ya, itulah Bal’am, SI CENDEKIAWAN BEROTAK BRILIAN TAPI BERHATI SETAN. Ilmu agamanya terpedaya oleh kilauan dunia. Lisan yang fasih menyitir dalil-dalil itu digunakan untuk menghancurkan Nabi Musa dan kaumnya.
Anda tahu bagaimana Allah memberi permisalan untuk Bal’am?
“Maka perumpamaannya seperti ANJING!” (QS Al-A’raf: 176).
Anda tahu anjing? Anjing adalah seburuk-buruk permisalan. Siapapun orang di dunia ini, tidak akan pernah rela diserupakan dengan anjing. Ada banyak sekali permisalan dalam Al-Quran, tapi yang paling buruk adalah permisalan untuk si Bal’am ini. Ada perumpumaan untuk orang-orang kafir dengan keledai, laba-laba, batu licin, dan lain sebagainya. Tapi yang paling buruk dari semua itu adalah untuk Bal’am ini, dengan anjing.
Bukan hanya menyerupakannya dengan anjing, Allah tambah lagi perumpanan itu dengan gambaran yang sangat menghinakan. “Jika kamu MENGHALAUNYA DIULURKANNYA LIDAHNYA, dan jika kamu MEMBIARKANNYA DIA MENGULURKAN LIDAHNYA (juga).”
Ibnu Juraij, At-Tirmidzi dan Hakim dalam menafsirkan Juluran lidah anjing ini berkata: “Anjing itu tidak punya hati (perasaan), hatinya terputus. Kamu halau ataupun kamu tinggalkan, ia akan tetap menjulurkan lidah. “BEGITULAH ORANG YANG MENINGGALKAN PETUNJUK (AL-QURAN). HATINYA AKAN TERPUTUS; TIDAK PUNYA HATI.”
Al-Qurthubi dalam mengomentari ayat ini berkata: “Permisalan ini, bagi banyak pendapat ulama, berlaku siapa saja yang DIBERI PENGETAHUAN TENTANG AL-QURAN TAPI TIDAK MENGALAMKANNYA. Sebagian lain bilang, permisalan ini adalah untuk ORANG-ORANG MUNAFIK…. Pendapat lain mengatakan ini adalah PERMISALAN BUAT ORANG YANG MENERIMA RASUAH DUNIA DALAM MASALAH AGAMA, sehingga dia terlepas dari ayat-ayat Tuhannya.”