Aku Cinta Indonesia
Perjuangan memerdekakan negeri seringkali dipahami berakhir dengan momentum proklamasi kemerdekaan sebuah bangsa. Padahal peristiwa itu hanyalah pencapaian dari sebuah fase perjalanan yang panjang. Banyak negeri merdeka yang kembali mengalami penjajahan, baik secara struktural maupun kultural. Penjajahan model lama berupa eksploitasi alam dan penduduk, maupun penjajahan gaya baru berupa ketundukan terhadap tekanan dan intervensi asing baik dalam kepemimpinan dan kebijakan negara.
Jika kita belajar sejarah, penjajahan yang terjadi setidaknya didorong karena faktor 3G, yakni Gold, Glory dan Gospel. Meski saat ini sudah masuk eranya teknologi 4G, namun konsep 3G masih relevan untuk digunakan sebagai pisau analisa dalam membedah praktek penjajahan gaya baru diera modern. Penjajahan gaya baru masih berkutat pada konsep 3G, namun caranya bukan lagi dengan memanggul senjata dan mengerahkan pasukan bersenjata, tapi dengan senjata ekonomi, politik dan pemikiran.
Membebaskan Ketergantungan
Seorang dokter semestinya mengobati pasien agar sembuh, seorang kontraktor semestinya mengerjakan proyeknya secara sempurna dll. Namun ada sebagian dokter yang tidak ingin pasiennya sembuh secara total, agar mereka terus menerus berobat kepadanya. Ada juga sebagian kontraktor yang tidak sempurna dalam melaksanakan proyeknya, agar dirinya menjadi vendor tetap dalam menangani masalah yang timbul. Ini adalah tamsil sederhana untuk menjelaskan model penjajahan gaya baru. Aktornya tinggal diganti saja menjadi negara besar, lembaga – lembaga internasional atau MNC.
Mereka yang datang untuk membantu, menjadi lembaga donor dll sangat jarang yang benar – benar menginginkan kebangkitan dan kemandirian terhadap negeri yang dibantunya. Rayuan sebagai sinterklas atau bermitra selalu jadi tameng, karena hanya dengan cara itulah para pemimpin dan pejabat negeri akan sukarela membuka pintu dan mempersilahkan masuk. Tapi begitu pintu dibuka, mereka masuk hingga ke relung terdalam dan menancapkan kukunya dengan kuat. Untuk sesaat, kita memang merasakan sedikit manfaat. Namun dalam jangka panjang, kita akan dirundung berjuta masalah. Percayalah, there is no free lunch. Apalagi terhadap negeri dengan kekayaan alam melimpah ruah seperti Indonesia.
Nasionalisasi aset asing menjadi pilihan politik negara, jika pemimpinnya punya nyali. Gerakan bela dan beli Indonesia menjadi pilihan rakyat, yang masih memiliki jiwa nasionalis. Lepas dari ketergantungan pihak asing, khususnya dalam masalah pemenuhan kebutuhan pangan, senjata, energi dan kekayaan alam menjadi kunci kebangkitan ekonomi dan kemandirian berpolitik. Maka siapa saja yang bergerak untuk mewujudkan hal ini berstatus sebagai pahlawan dan mereka yang menghalangi terwujudnya hal ini berstatus sebagai komprador asing. Siapapun mereka, baik rakyat biasa, pejabat dan pemimpin negeri.
Perlindungan Aset Bangsa
Aset bangsa itu banyak macamnya dan menjadi kewajiban negara untuk melindunginya. Kekayaan alam, perusahaan nasional (BUMN & Swasta) hingga budaya masyarakatnya. Mereka harus dilindungi eksistensinya, pertumbuhannya dan kepemilikannya. Mereka adalah identitas sekaligus masa depan keberlangsungan bangsa ini dimasa depan. Jika mereka tumbuh sehat, maka bangsa ini memiliki masa depan yang cerah. Namun jika mereka mati tercekik atau berpindah tangan, maka itu menjadi lonceng kematian bagi anak bangsa.
Persaingan bebas, penghilangan tarif perdagangan, pasar bersama dan beragam jargon ekonomi modern tidak lebih hanya ilusi. Itu adalah alat propaganda negara besar dan perusahaan internasional untuk masuk dan menguasai pasar negara miskin dan berkembang. Tidak akan ada pasar persaingan sempurna. Yang ada adalah seorang petinju kelas berat seperti Mike Tyson yang akan berhadapan dengan petinju kelas menengah seperti Cris John. Itulah sajian pertandingan sebenarnya yang dihadirkan dalam mekanisme pasar bebas, tanpa bea tarif impor, pencabutan subsidi dll.
Perlindungan terhadap perusahaan nasional bahkan masih dilakukan oleh negara – negara besar. Jadi jangan terlalu percaya dengan slogan – slogan indah yang sering didengungkan kaum kapitalis. Kebijakan subsidi dan intervensi pasar adalah mekanisme standar bagi negara besar untuk menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat dan melindungi industrinya. Kebijakan ekspansi adalah program standar untuk mengakses sumber – sumber kekayaan alam dan bahan baku industri. Tuntutan persaingan bebas dan ekonomi bebas subsidi adalah mekanisme standar bagi negara maju untuk menghancurkan industri negara lain.
Khatimah
Dalam ilmu ekonomi juga dikenal beragam mazhab dan aliran pemikiran ekonomi. Pada kasus ini, penganut mazhab ekonomi sosialis dan gerakan kiri baru berdiri sejajar dan berhadapan secara frontal dengan penganut kapitalisme dan pasar bebas. Ibarat dalam konsep agama, pelajarilah sanad ilmu karena itu bagian dari agama, maka hal yang sama juga berlaku pada teori ekonomi. Sri Mulyani, Chatib Basri dll pasti tidak akan ketemu dengan pemikiran dan kebijakan ekonomi Kwik Kian Gie, Revrisond Baswir, Rizal Ramli dll, meskipun status mereka sama – sama sebagai ekonom jempolan.
Jika sebuah negeri memiliki kekayaan alam melimpah ruah namun kehidupan rakyatnya sengsara, mudah untuk mendeteksi bahwa mereka belum merdeka sepenuhnya. Pasti banyak the invicible hand, the untouchable dan the godfather yang memainkan praktek penjajahan gaya baru kepada ibu pertiwi. Perjuangan memerdekakan negeri kembali harus dikobarkan dan semangat patriotisme harus kembali digelorakan. Karena itu, mari perjelas posisi kita terhadap negeri ini. Dan kami sangat berharap bahwa kau, dia dan aku berdiri bersama disini, “Jadi pandu negeriku”
Eko Jun