Belajar Hidup dari Tukang Parkir

Siapa yang tahu tukang parkir? Ia adalah orang yang memiliki banyak mobil mewah dan sepeda motor berbagai merek, kerap kita temui di pinggiran jalan di kota-kota besar. Mobil dan motornya berjejer dengan rapi dan kerap kali silih berganti.

Yang mengagumkan dari seorang tukang parkir adalah walau dengan hartanya yang melimpah tidak pernah ada ditemui seorang tukang parkirpun yang bersifat sombong dengan kendaraan-kendaraan miliknya, dan tidak pula ada seorang tukang parkir yang risau, marah atau sedih yang apabila kendaraan-kendaraan miliknya diambil orang lain walau hanya di tukar dengan uang senilai seribu-duaribu rupiah.

Laksana tukang parkir sesungguhnya segala pasilitas yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan dari Tuhan. Kesehatan, harta, jabatan, keluarga dan saudara semuanya milik Tuhan.

Badan yang tiada cacat, pikiran yang sehat, tampuk kekuasaan yang dipercayakan, sanak famili yang selalu ada untuk kita, teman yang senantiasa setia, semuanya seharusnya kita syukuri dan dapat membuat kita semua semakin rendah hati, karena kapan saja Tuhan ingin mengambil semuanya kita tidak punya daya untuk menentangnya.

Sekedip mata kaki bisa menjadi pincang diserang stroke, wajah tampan menjadi penuh jahitan lantaran kecelakaan, hitungan detik rumah megah dapat habis dilahab api, mendadak kabar terdengar ibu kita telah tiada saat kita tidak ada di rumah, keteledoran sejenak membuat kita hilang jabatan, sedikit salah paham kita ditinggalkan oleh para sahabat dan banyak lagi bukti-bukti yang kerap terjadi di sekeliling kita.

Betapa mudahnya Tuhan mengambil semua yang kita miliki dan kita sayangi, karena semuanya adalah milikNya, yang hanya dititipkan kepada kita serupa dengan tukang parkir yang dititipkan kendaraan-kendaraan beragam dan kapan saja sang pemilik hendak mengambil tukang parkir tidak punya hak sedikit pun melarang. Hendak berkata apa lagi memang kitalah yang selalu gelap mata, yang tiada sanggup mengambil pelajaran yang diajarkan dalam ayat-ayat Tuhan.

Tidak dapat dipungkiri diri kita pribadi dan orang-orang di sekitar kita memang terkadang selalu khilaf dalam bersikap. Betapa banyak diantara kita orang yang kian menyombongkan diri, yang lantaran fisik yang sempurna kemudian merendahkan orang yang cacat, angkuh dalam gelimpangan harta hingga lupa untuk bersedekah, besar kepala dengan jabatan yang dimiliki sehingga rakyat kian tertindas.

Ada pula yang larut dalam kebahagian dalam keluarga hingga lupa dengan anak yatim di jananan, berbangga diri dengan sahabat yang dimiliki hingga melupakan anak pemulung yang kesepian. Demikian fenomena yang sering kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak bermaksud merendahkan yang merasa tinggi dan mengecilkan yang merasa besar, menurut hemat saya, kita semua yang hidup di dunia ini tidak ubahnya dengan seorang tukang parkir. Tukang parkir yang baik adalah yang menjalankan tugas dengan baik serta senantiasa dapat bertanggung jawab atas amanah yang diberikan. Sama kiasnya dengan kita semua bersama dengan titipan-titipan Tuhan yang ada pada diri kita.

Fisik yang sempurna hendaknya disyukuri dengan selalu menjaganya dari segala jebakan maksiat setan. Khususnya pemuda kekinian, sudah terlalu banyak sahabat-sahabat kita yang dengan keindahan fisiknya terjebak dalam lembah hitam kenistaan. Kita kaum muda yang menyadari ancaman ini sepantasnya senantiasa mewaspadainya, karena antara nikmat dan musibah sering tertukar oleh pengaruh hawa nafsu manusia.

Kesempurnaan fisik yang semula merupakan nikmat boleh jadi merupakan jalan yang mengantarkan kita kepada perbuatan tercela. Berlaku juga untuk orang yang memiliki otak yang cerdas jangan sampai dijadikan untuk mengakali sesama, terlebih kepada pejabat yang membawahi banyak rakyat, janganlah kepintaran disertai dengan kekuasaan justru dijadikan senjata ampuh untuk menindas dan mengelabui rakyat.

Tidak bermaksud menggurui, kepada yang memiliki harta berlebih, intiplah lingkungan sekitar kita. Tidak sedikit fakir miskin dan anak terlantar yang rindu akan sikap berbagi dari seorang hartawan. Anak-anak di panti asuhan, orang-orang tua di panti jompo, tak pernah berhenti menanamkan harapan mereka kepada kita yang lebih beruntung dari mereka. Dalam hal ini sikap berbagi dan terus berbagi kiranya pantas wajib tertanam diri kita masing-masing.

Menjadi “tukang parkir” yang baik dengan segala godaan dan tantangan yang ada memang bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Namun, wasiat orang bijak untuk selalu bersyukur dan ikhlas serta senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Agama, bisa dijadikan sebagai kebiasaan dalam setiap pola tingkah laku dan pola pikir kita sehari-hari.

Mengambil iktibar dari seorang tukang parkir, hindari sikap sombong dan angkuh dan senantiasa siap dan ikhlas bila sewaktu-waktu nikmat yang ada pada kita dicabut atau diganti dengan musibah oleh Yang Maha Kuasa. Bila hidup bagaikan roda yang berputar, kiranya kita sudah siap bilamana dari posisi atas harus berada di bawah dan sebaliknya yang dari posisi bawah menjadi naik ke atas.

Comments

comments