Sejatinya saat digulirkannya program sertifikasi guru ini menjadi angin segar yang membuat terangkatnya kesejahteraan guru, padahal keperuntukannya adalah untuk peningkatan kompetensi mengajar. Saat proses monitoring sertifikasi pun selalu ditanyakan untuk apa dana sertifikasi itu digunakan. Alokasi 20% APBN untuk pendidikan merupakan angka yang cukup besar, namun pertanyaannya seberapa jauh dampak kebijakan ini terhadap peningkatan kualitas guru? Hal yang perlu diperbaiki dalam kebijakan ini adalah adakah korelasi peningkatan kualitas pendidikan terhadap peserta didik? Menjadi guru merupakan sebuah panggilan jiwa seseorang terhadap keinginan untuk mendidik, dan mengajar. Karena menjadi guru merupakan panggilan jiwa maka passion mengajar dan mendidik menjadi acuan utama seseorang unutk mengajar. Kenapa passion? Tanpa passion maka akan hambar proses penyampaian pengetahuan dan nilai ke peserta didik. Jika memang salah satu akar masalah dari buruknya kualitas pendidikan karena rendahnya kualitas guru maka yang perlu diperbaiki adalah proses dalam mendidik guru.
Mencari tenaga guru yang memiliki passion mengajar, dan mendidik dibutuhkan sebuah metode yang tepat mulai dari proses seleksi, proses pembinaan/perkuliahan, pembiasaan, sampai dengan evaluasi profesi keguruan. Seleksi guru hal yang paling utama perlu diperhatikan terkait dengan motivasi utama menjadi guru, jangan sampai motivasi pragmatis menjadi motivasi utama, namun motivasi kuat mendidik menjadi pertimbangan utama selain kemampuan akademis yang perlu dipertimbangkan. Metode wawancara merupakan metode yang bisa mewakili untuk menggali sikap, kecerdasan dan kemampuan interaksi sosial. Fenomena yang terjadi sekarang dengan maraknya gerakan dan program-program mengajar baik oleh lembaga pemerintah maupun lembaga swasta sering dijadikan cara bagi para lulusan baru untuk dijadikan ladang pekerjaan pasca kampus, namun sejatinya jiwa mengajar masih dipertanyakan. Kenapa demikian? Lihat saja berapa persen para peserta program mengajar yang setelah mengabdi di daerah kembali menggeluti dunia mengajar. Hal ini yang kemudian diperlukan seleksi yang ketat sebagaimana seleksi masuk pendidikan militer. Perlu agak sedikit hati-hati juga dalam melakukan proses seleksi guru, bahwa tingkat kecerdasan yang tinggi (very superior) tak menjamin kemampuannya dalam penyampaian materi kepada peserta didik. Sehingga ujung-ujungnya adalah motivasi awal menjadi guru. Proses pembinaan guru melalui pembiasaan akan lebih tepat jika para calon guru diasramakan agar terbentuk karakter keguruan yang kuat. Proses pembinaan guru pun juga dibutuhkan seorang sosok yang tepat terutama pada pengajar calon guru tersebut, sehingga agar dipastikan bahwa tenaga pengajar di asrama juga diseleksi dari sisi karakter dan kompetensinya sehingga linier dengan proses perbaikan kualitas calon guru. Dengan pembiasaan yang telah kuat ditanamkan kepada para calon guru maka akan timbul sebuah budaya dalam kampus keguruan tersebut. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan Prof. Fuad Hasan bahwa Pada hakekatnya pendidikan merupakan proses pembelajaran, pembiasaan dan peneladanan. Konsep ini perlu sejak dini tertanam pada calon guru dilingkungan kampus sebagai tempat penempaan calon guru.
Kaitannya kualitas perbaikan pendidikan apakah selesai memperbaiki calon guru saja? Dalam lingkup sekolah guru bukan menjadi komponen satu-satunya dalam menjamin proses pembelajaran dan pendidikan, namun ada kepala sekolah yang berperan mengarahkan kemana sekolahnya akan dibawa. Jika guru melakukan pengajaran di kelas, lantas siapa yang melakukan supervisi, memberikan umpan balik, dan pelatihan? Tentunya kepala sekolah akan banyak berperan. Dengan demikian proses perbaikan kualitas pendidikan akan tercapai.
Abdul Khalim, GM Makmal Pendidikan.