Ada banyak sekali kisah inspiratif, luar biasa, menakjubkan hingga kejadian yang sulit diterima oleh akal sehat saat aksi 212 yang lalu. Berikut ini adalah sebagian kisah yang berhasil redaksi dapatkan dari banyaknya kisah yang beredar di dunia maya, media sosial dan grup-grup whatsapp.
Kisah-kisah berikut ini hanyalah sebagian kecil dari banyak kisah lainnya, apabila rekan-rekan mendapatkan kisah lainnya yang belum kami dokumentasikan, jangan ragu untuk mengirimkan ke redaksi kami.
212 di Mata Konsultan Singapura
Jum’at (2/12/2016) pagi jam 10:00 di kawasan Marina Bay Singapore, saya meeting dengan Jonathan, partner bisnis saya, seorang Cina Singapore beragama Katolik.
Dia Doktor lulusan salah satu Universitas terbaik di USA, dia mantan banker yang sekarang jadi konsultan keuangan untuk investor Timur Tengah yang bergerak di dunia penerbangan.
Sebelum meeting, tiba-tiba dia bertanya ke saya: “Bukankah di Jakarta sekarang sedang ada demo besar-besaran 212, Pak Nur.?”
“Oh kamu tahu juga ya..?” Begitu ujar saya..ternyata dia tahu dari media masa di Singapore…
Saya lantas menunjukkan TV live streaming di Android saya yang memperlihatkan jutaan manusia berjubel di Monas dan jalan protokol di sekitarnya, serta nyambung dengan lautan manusia yang tumpah ruah di bundaran BI.
Gantian sekarang saya yang bertanya kepadanya: “Gimana pendapatmu ttg hal ini Jo..?”
Jo lantas menjawab: “Ini sih konyol dan sangat fatal. Bagaimana mungkin seorang Gubernur melecehkan agama yang dipeluk oleh mayoritas warganya sendiri?”
“Masalah agama sangat sensitif, apalagi menyangkut Kitab Suci yang menjadi pedoman hidup pemeluknya yang lantas dinistakan oleh org yang beragama lain..” ujarnya.
Lantas dia lanjutkan: “Ibaratnya ada tamu yang datang ke rumah anda, lalu dia menghina isteri anda, wah istri anda jelek, jorok, bau.. bla.. bla.. ya sangat wajarlah kalau anda, anak-anak dan keluarga anda marah..”
Ternyata Jo juga tahu karakter Ahok yang suka marah-marah dan mengeluarkan kata-kata kotor. Lantas dia pun bertanya sambil keheranan: “Gimana mungkin orang seperti ini bisa terpilih jadi Gubernur di Ibukota negara anda Pak Nur..?”..
Saya langsung jawab: “Dia jadi Gubernur DKI Jakarta karena menggantikan Jokowi yang naik jadi Presiden RI, jadi yang dipilih rakyat DKI waktu itu adalah figur Jokowi, bukan Ahok..” Oohh gitu ya, ujarnya maklum.
Lantas iseng-iseng saya ganti nanya kepadanya “Apakah orang seperti Ahok bisa jadi pemimpin di Singapore, Jo.?”
Saya tanyakan hal ini karena ingat, ada pihak yang pernah mengatakan, kalau Ahok tidak dikehendaki di Jakarta, dia bisa jadi Gubernur di Hongkong atau di Singapore, jadi rakyat Jakarta yang rugi.
Dia pun tertawa sambil menjawab, “No way Pak Nur, di Singapore seorang pemimpin harus mempunya standar moral dan etika yang tinggi, dia harus mengayomi dan bukan mencari musuh, dia harus bisa jadi teladan bagi warganya..”
“Tdk layak bagi pemimpin di Singapore untuk marah-marah dan mengeluarkan kata-kata kotor atau tidak pantas kepada warganya di depan publik, apalagi sampai melecehkan keyakinan warganya..” begitu ia melanjutkan.
“Bukankah dia pekerja keras, bersih, jujur, performancenya bagus dan diakui orang banyak..?” Begitu sergah saya…
Diapun tertawa lagi sambil menjawab: “Bagi kami Ahok hanyalah seorang hard worker pak.. dan bukan seorang pemimpin..” Loh koq..?”
“Kalau anda bekerja keras dan mengikuti aturan (termasuk tidak boleh korupsi) pastilah performance anda bagus, seperti kami-kami ini, para profesional di Singapore”, begitu ujarnya panjang lebar.
“Oohh gitu ya” ujar saya sambil nyruput kopi. Lantas kami pun back to laptop, kembali ke topik diskusi, membahas potensi dan rencana investasi di bisnis penerbangan di Indonesia.