Kabar duka datang dari Bapak Arsitektur Lanskap Indonesia, Profesor Slamet Wirasonjaya yang telah berpulang ke Rahmatullah.
Kronologisnya pada hari Selasa, 1 November, kira-kira pukul 16.00 WIB, Profesor Slamet Wirasonjaya tiba-tiba batuk dan sesak nafas, kemudian beliau dibawa ke Rumah Sakit Rajawali dan langsung ditempatkan di Ruang ICU. Prof Slamet keadaannya sempat membaik meskipun sewaktu berbicara agak susah. Namunu selanjutnya dari sumber yang kami dapatkan, pada malam hari Pukul 23.00 WIB beliau menderita sesak lagi dan kemudian dikabarkan meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi raajiun..
Profesor Slamet Wirasonjaya adalah arsitek lanskap terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Julukan Arsitek Lanskap pada Slamet Wirasonjaya sendiri tidak datang dari orang sembarang. Yang mengatakan dan menyematkan sebutan ini saat itu adalah orang terpenting dan nomor satu di Republik ini yaitu Presiden Soekarno.
Dengan karyanya berupa proyek (Conference of New Emerging Forces) tahun 1965 yang kini menjadi gedung DPR/MPR RI inilah Slamet kemudian mendapat julukan arsitek spesialis lansekap asal Indonesia. Arsitektur lanskap sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang seni, perencanaan, perancangan, manajemen, perawatan, dan perbaikan tanah dan perancangan konstruksi buatan-manusia skala besar. Lalu seperti apakah kisah arsitek kelahiran 25 November 1935 ini? Berikut ulasannya.
Rancang Grand Space Tugu Monas dan Bangunan Legendaris Lain
Jika Anda sering atau pernah pergi ke monas (Monumen Nasional) yang ada di Jakarta Pusat maka Anda akan menjumpai sebuah ruangan besar tanpa pepohonan yang ada disekitar monas. Dengan adanya ruangan besar ini sendiri maka seseorang akan bisa melihat atau memandang dengan leluasa tanpa halangan ke arah tugu monas.
Ruangan (grand space) di monas yang dirancang oleh Slamet Wirasonjaya ini sendiri pada akhirnya juga difungsikan untuk beragam kegiatan. Selain royek Conefo dan grand space monas, pria yang juga dosen ITB sekaligus guru besar ITB juga sukses merancang beberapa arsitektur banguanan legendaris lainnya di Indonesia. Sebut saja Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (MPRJB), Monumen Jogja Kembali (Monjali), Perpustakaan Pusat ITB, dan Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB. Sejumlah rancangan masjid dengan desain unik pun tak pernah luput dari perhatian Slamet. Hal ini terbukti dari beberapa hasil rancangannya seperti Masjid Islamic Center di Bandung, Masjid Agung di Tasikmalaya dan Masjid Agung di Tangerang.
Sering Rancang Bangunan Publik
Menilik dari sejumlah karya dari Slamet Wirasonjaya ini maka banyak yang menyimpulkan bahwa Slamet adalah seorang arsitek yang berspirit bangunan publik. Hampir pada semua karya rancangan arsitekturnya, Slamet memang nampak sangat concern dengan bangunan publik dibandingkan dengan bangunan rumah.
Pria yang mengaku selalu kehabisan ide jika bekerja dalam suasana formal ini memang selalu berangan-angan mewujudkan rancangan arsitektur ruang publik. Menurut pria yang memiliki studio arsitek di jalan Dipatiukur, Bandung ini, ruang publik memang selalu memberikan makna tersendiri dibanding bangunan pribadi atau perkantoran.
Lebih lanjut, baginya ruang publik merupakan sebuah tempat yang akan banyak dinikmati siapapun tanpa memandang batas sosial. Dengan selalu berpegang teguh pada filosofi ruang publik inilah maka Slamet selalu terbilang sukses dalam mengaplikasikan setiap rancangan arsitek berkonsep bangunan publik tersebut untuk kebermanfaatkan orang atau masyarakat.
Merancang Rancangan Arsitektur Dengan Prinsip Kebersaamaan
Pria yang menyandang gelar master dari Harvard University ini sendiri memiliki prinsip kebersamaan ketika merancang bangunan publiknya. Apa itu prinsip kebersamaan? Prinsip kebersamaan dari Slamet merupakan sebuah prinsip yang menyelaraskan ruang publik yang akan dirancang dengan kondisi dan realitas disekitarnya. Selain itu dalam praktek perancangannya, pria lulusan ITB tahun 1962 ini selalu bersikap koorperatif dengan semua manusia bahkan juga pada benda-benda yang ada disekelilingnya, meski benda tersebut bersifat sederhana.
Prinsip kebersamaan yang dianut oleh Slamet ini sendiri diakuinya muncul ketika ia mengamati arsitektur bangunan publik abad pertengahan di Eropa. Menurutnya, bangunan-bangunan publik abad pertengahan di Eropa ini sangat luar biasa meski bentuknya sangat sederhana. Selain itu bangunan-bangunan di Eropa ini selalu menyambut hangat pada siapapun yang datang serta memiliki wibawa yang besar.