Umat islam kembali berduka. Belum kering luka yang dirasakan di Rohingya, Uyghur, kini umat islam kembali mendapatkan luka yang begitu perih. Bayangkan di saat jamaah sedang khusyuk bersiap-siap melakukan shalat jumat, tanpa ba-bi-bu seorang laki-laki dengan entengnya memberondong jemaah di sana dengan menggunakan senapan mesin. Seketika suasana khusyuk berubah mencekam dan menjadi ladang pembantaian. Korban yang jatuh dari aksi biadab tersebut sekitar 40 orang.
Mengutip dari Tirto.id, pelaku penembakan bernama Brenton Tarrant yang merupakan warga negara Australia, mengatakan alasannya melakukan aksi terror tersebut untuk “menunjukan kepada penjajah bahwa tanah kami (mewakili orang kulit putih Eropa) tidak akan pernah menjadi tanah mereka (imigran), tanah air kami adalah milik kami sendiri dan bahwa, selama orang kulit putih masih hidup, mereka tidak akan pernah menaklukan tanah kami dan mereka tidak akan pernah menaklukan tanah kami.” Menurut pengakuannya yang lain, serangan ini telah ia rencanakan sejak dua tahun lalu.
Ketakutan Brenton yang menganggap bahwa para imigran akan menguasai tanah mereka sungguh tak berdasar. Populasi muslim di Selandia Baru sebenarnya masih terhitung kecil. Secara presentase populasi muslim memang meningkat 28 persen disbanding 2006. Namun dibandingkan dengan keseluruhan populasi Selandia Baru, warga muslim hanya mencapai 1,1 persen dari total populasi Selandia Baru yang mencapai 4,25 juta pada 2013. Menurut laporan The Journal of Muslim Minority Affairs, jumlah penduduk muslim Selandia Baru diperkirakan meningkat dua kali lipat pada 2030 atau mencapai 100.000 jiwa.(Tirto.id)
Alasan yang dilontarkan Brenton sangat bernada provokasi dan kebencian yang ditujukan pada muslim Selandia Baru. Nada-nada kebencian kepada umat islam seperti yang dilontarkan Brenton sering kita kenal dengan istilah ‘Islamphobia’. Dalam penelitiannya, Pew Research Center mengatakan sentimen negatif warga Eropa terhadap muslim sangat melonjak sepanjang tahun 2016. Di Inggris, prosentase rasa takut/benci berlebihan terhadap Muslim atau islamophobia di kalangan penduduk meningkat sampai 28 persen. Di Spanyol dan Italia, presentase masing-masing adalah 50% dan 69%. Sedangkan di Yunani, presentasinya 65%. Hungaria tertinggi dengan angka 72%. Polandia, Perancis, Jerman, Belanda, dan Swedia menyusul dengan laporan peningkatan yang juga terbilang tinggi.
Jika ditelusuri, Islamphobia lahir di tanah Eropa. Faktor historis lahirnya Islamphobia bisa kita lihat dari rasa trauma masa lalu mereka (Eropa) terhadap Islam dikarenakan kekalahan dalam perang. Sebut saja, kekalahan mereka pada perang salib yang berbuntut takluknya Jerusalem oleh Shalahuddin Al Ayyubi pada tahun 1187. Puncaknya ketika Konstatinopel di taklukan oleh Al Fatih pada tahun 1453 dan mengubah nama Konstatinopel menjadi Istanbul.
Sejak saat itu, menurut Espito, sentimen islamphobia itu makin meningkat. Mengutip C.E Bosworth, Espito mencatat:
“Orang Turki Utsmani telah menimbulkan ketakutan di hati orang Eropa Kristen sehingga Ricahrd Knollys, ahli sejarah turki di masa Elizabeth mengungkapkannya sebagai ‘TEROR DUNIA DI MASA KINI’.”
Apa yang digambarkan Richard Knollys tidak sepenuhnya benar. Faktanya, di mata para kristen ortodoks dan minoritas lainnya di wilayah Balkan, Afrika Utara, Timur Tengah, misalnya, mereka sangat menerima kehadiran Islam sebagai pemimpin mereka dibandingakan orang Eropa. Bahkan pada saat itu, ungkapan yang sangat terkenal saat itu, “Lebih baik turban orang Turki daripada tiara Paus”. Mereka sadar dan menyaksikan secara langsung julukan yang disematkan kepada islam sebagai ‘teror dunia masa kini’ tidak benar. Yang terjadi malahan islam sebagai ‘pelindung dunia masa kini’ yang telah membebaskan mereka dari kezaliman gereja. Mereka merasakan islam yang rahmatan lil alamin.
Kejadian di Selandia Baru menimbulkan banyak pertanyaan di benak kita. Di mana umat muslim? Di mana para pemimpin muslim? Apakah kita tidak malu dengan julukan yang Allah berikan kepada kita sebagai ‘Khairu Ummah’ namun kita hanya bisa mematung dan membisu melihat saudara kita diperlakukan dengan biadab? Apa hujjah kita kelak di akhirat ketika Allah tanya apa yang sudah kita lakukan untuk menolong saudara kita?
Wallahu A’lam Bishawab
Bumi Allah, Pulau Seribu Masjid 10 Rajab 1440 H/ 16 Maret 2019