Hantaran Buat Ayah

Hantaran Buat Ayah 

Oleh: Eko Jun.

Anak laki – laki berbeda pandangan dengan ayahnya, itu sudah jamak terjadi. Mungkin karena beda pengalaman, pendidikan, karakter atau bisa jadi karena zaman sudah berbeda. Kita tentu paham dengan relativitas kebenaran, dimana kebenaran dalam satu masa tertentu, kadang menjadi kurang tepat dimasa yang lain.

Ruang perbedaan pendapat bisa sangat luas. Mulai dari preferensi partai politik dalam ajang pemilu, pemilihan jodoh dan pekerjaan hingga amaliah ibadah. Tidak jarang, perbedaan pendapat tersebut berujung pada perang dingin dalam keluarga, pisah rumah dengan alasan ingin mandiri maupun tidak ingin pulang kerumah karena merasa sudah mapan diperantauan.

Falsafah Kehidupan

Dalam falsafah jawa, kita mengenal konsep bahwa hidup berdekatan itu baunya apek, sedang hidup berjauhan itu baunya harum. Orang yang setiap hari ketemu, yang lebih sering diingat kadang kejelekannya. Jarang sekali orang – orang yang hidup berdekatan dalam waktu lama, tapi lebih dikenang dengan kebaikannya. Mungkin karena kebaikan itu dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan biasa sehingga jarang diingat, sedang kejelekan dipandang sebagai aib sehingga sering dikenang.

Sedang orang yang jarang ketemu, lebih sering terkenang dengan kebaikannya. Mungkin karena jarang berinteraksi secara langsung sehingga tidak tahu kejelekan tabiatnya. Sesekali bertemu, biasanya dalam suasana bahagia dan berbagi cerita bahagia. Jarang sekali ada orang yang jarang bertemu tapi terkenang kejelekannya, kecuali karena musuh bebuyutan atau menyimpan dendam membara.

Seorang ayah, sesungguhnya memiliki jasa besar pada seluruh anggota keluarganya. Hanya saja, sifat seorang ayah yang cenderung mendominasi, temperamental dan kurang demokratis membuat jejak – jejak kebaikannya sering hilang tak berbekas. Gone with The Wind, tertelan habis oleh perasaan jiwa yang terkekang. Terlebih dalam konteks Birrul Walidain, seorang anak biasanya lebih ditekankan untuk berbakti kepada ibu ketimbang ayah. Akhirnya, meski jasanya sedemikian besar seringkali seorang ayah menjadi pesakitan, ditinggalkan dalam kesepian seorang diri.

Khatimah

Jika saat ini kita menjadi seorang anak, suatu saat kita akan menjadi ayah. Karena itu, belajarlah menjadi anak yang baik agar kelak bisa menjadi ayah yang baik pula. Agar kebaikan – kebaikannya tetap dikenang oleh anak – anak keturunannya. Agar mereka bisa berada disamping kita saat dibutuhkan. Agar mereka bisa menjadi anak yang berbakti, sekarang, seterusnya dan selamanya.

Comments

comments